Kamis, 29 Juli 2010

Keluarga Bukan Ajang Smack Down (part 2)

Aku mulai membuka
hati ke Tuhan
Desember tahun 2005,
ketika istriku
menghadiri sebuah KKR,
topik pembicaraannya
mengenai 'Hati Bapa'.
Saat itu istriku langsung
teringat kepadaku. Dia
ingin aku dipulihkan.
Akhirnya kami pergi
bersama-sama ke
sebuah gereja lokal.
Saat ditantang altar
call, aku maju ke depan.
Saat itu juga hatiku
dijamah oleh kuasa
Tuhan. Aku menyadari
dosa-dosaku dan
merasa tersentuh oleh
jamahan Roh Kudus.
Sejak saat itu aku
mengambil komitmen
untuk benar-benar
merubah karakterku
dan hidup dengan benar
di dalam Tuhan. Aku
juga mulai mengikuti
PSK dan beberapa
komsel. Aku merasakan
kalau kehidupanku
sudah mulai ada
perubahan walaupun
belum pulih seutuhnya.
Pemulihan yang
seutuhnya
Maret 2006, pada
sebuah acara retreat,
aku diperlihatkan Tuhan
wajah mertuaku. Saat
itu Tuhan benar-benar
menjamah hatiku untuk
melepaskan
pengampunan kepada
mertuaku. Aku
merasakan hadirat
Tuhan yang begitu
nyata dan akupun
menangis. Aku teringat
akan perbuatanku yang
menyakiti istri dan
anakku. Akupun
langsung meminta
pengampunan dari
Tuhan. Dan saat itu
juga aku sepenuhnya
menerima Tuhan
sebagai Juru Selamat
dan Pemimpin dalam
hidupku. Saat session
bersaksi, aku maju ke
depan dan
menceritakan apa yang
baru kualami. Aku
merasa sangat lega.
Aku merasakan
sukacita yang begitu
luar biasa. Aku
menceritakan semua
hal-hal ajaib yang Tuhan
kerjakan dan sejak saat
itu aku dipulihkan
seutuhnya. Aku dapat
membina rumah tangga
yang harmonis dan
hubunganku dengan
anak istriku dipulihkan
seutuhnya.
Pemulihan keluargaku
juga berdampak pada
pemulihan
perekonomian keluarga
kami. Seluruh hutang
kami dibayar lunas
secara ajaib oleh Tuhan.
Bahkan kami bisa
membeli rumah di
sebuah kawasan
perumahan yang cukup
besar di daerah Lippo
Cikarang. Aku yakin ini
semua tidak terlepas
dari mukjizat yang
Tuhan kerjakan dalam
hidupku. Terima kasih
Tuhan untuk semua
yang terbaik dan luar
biasa yang Kau kerjakan
dalam hidupku. (Kisah ini
telah ditayangkan 27
Juli 2010 dalam acara
Solusi Life di O'Channel).
Sumber Kesaksian :
Syahril Sabarus

--
BLESSING FAMILY CENTRE SURABAYA

Keluarga Bukan Ajang Smack Down (part 1)

Aku berasal dari suku
Padang. Ayahku
memiliki 4 orang istri
dan ibuku adalah istri
keempat. Aku memiliki
15 orang saudara, dan
aku adalah anak
pertama dari ibuku. Aku
tinggal di Pekan Baru.
Hubunganku dengan
ayah sangat tidak
harmonis. Ayahku
sangat kurang
memperhatikanku,
bahkan ibuku sering
diperlakukan dengan
semena-mena oleh
ayahku. Karena itulah
aku sangat menyayangi
ibuku.
Kepahitan dengan
figur ayah
Karena melihat
perlakuan buruk yang
dilakukan ayah kepada
ibu, aku membuat
keputusan untuk tidak
akan pernah melakukan
poligami karena melihat
betapa tersiksanya
nasib ibuku. Walaupun
perlakuan ayah padaku
tidak terlalu kejam,
mungkin karena dari SD
sampai SMP aku selalu
juara kelas, tetapi
perlakuannya pada
adikku sangat kejam.
Bahkan adikku pernah
dilempar ke dalam parit
karena ayahkku kesal
akan kebodohannya. Hal
itu semakin
membuatku kepahitan
dengan ayah.
Akibat kurangnya
perhatian seorang ayah,
sejak SMP kelas 2 aku
sudah terlibat dalam
pergaulan yang salah,
bahkan aku juga terlibat
narkoba dan suka main
perempuan. Bahkan aku
sering tidak pulang ke
rumah jika malam
minggu. Tapi setiap
berada di rumah, aku
selalu menunjukkan
sifat yang baik supaya
keluargaku tidak curiga.
Ditinggal ayah dan
ibukuku
Ketika aku menginjak
kelas dua SMU, ayahku
meninggal dunia. Saat
itu aku merasa biasa-
biasa saja karena aku
tidak terlalu dekat
dengan ayah. Ketika aku
tamat SMU, aku
melanjutkan kuliah di
Jakarta dan tinggal
bersama saudaraku
yang ada di sana. Tapi
ketika menginjak
semester dua, ibuku
meninggal karena
penyakit darah tinggi.
Saat itulah aku merasa
sangat kehilangan dan
sedih kehilangan ibuku.
Akhirnya hidupku
semakin tidak
terkontrol.
Ketika liburan tingkat
dua, aku dipertemukan
dengan Grace, wanita
yang menyentuh hatiku.
Namun karena gaya
hidupku yang terlalu
bebas, aku dan Grace
melakukan hubungan
intim. Namun hubungan
kami tidak disetujui oleh
orang tua dari pihak
Grace. Aku tidak putus
asa. Aku tetap
berusaha untuk
menjalin hubungan
dengan Grace. Akhirnya
aku membawa Grace
kabur dan berencana
untuk kawin lari dan
menetap di Jakarta.
Tapi beberapa saat
kemudian, kami
didatangi oleh keluarga
kami masing-masing
dan hubungan kami
harus terputus karena
semua pihak
menentang hubungan
kami. Aku dibawa
kembali ke Medan.
Perjumpaan kembali
Setelah sebulan tidak
bertemu, entah
bagaimana, tiba-tiba
Grace muncul di
hadapanku. Saat itu
kami merencanakan
untuk melarikan diri lagi
karena memang kami
sudah tidak dapat
dipisahkan. Akhirnya
kami berhubungan lagi
secara diam-diam. Kami
kembali melakukan
hubungan intim
sehingga akhirnya Grace
hamil. Akhirnya kami
sepakat untuk
melarikan diri dan
berusaha untuk
menjalani kehidupan
kami sendiri.
Rencana hampir
gagal
Sehari sebelum kami
melarikan diri, tiba-tiba
ayah Grace bersama
temannya datang dan
mengobrak-abrik
kamarku.Untung
waktu itu Grace sudah
aku pindahkan ke
kamar lain. Keesokan
harinya, pagi-pagi, kami
diantar temanku ke
terminal dan menuju
Jakarta. Aku dan Grace
sempat bingung
mengapa kepergian
kami kali ini tidak dicari
oleh keluarga Grace.
Setibanya di Medan
kami menikah dengan
cara agama yang
berbeda dengan agama
yang kuanut dan saat
itu Grace sudah hamil 5
bulan. Yang menghadiri
acara pernikahan kami
adalah pihak keluargaku.
Setelah menikah, kami
mengontrak sebuah
rumah. Grace berhenti
kuliah sedangkan aku
tetap melanjutkan
kuliahku. Awal
pernikahan kami
dipenuhi penderitaan.
Keadaan perekonomian
kami memburuk.
Bahkan aku jadi sering
memukuli Grace,
menyiksa dan
menghajarnya. Setiap
kali aku merasa
cemburu, pasti Grace
kuhajar habis-habisan.
Akhirnya Grace merasa
lelah dengan
perlakuanku yang
sangat kasar padanya.
Sakit hati dan sakit
badan sudah menjadi
penderitaannya setiap
waktu. Sampai-sampai
ia sering kali mencoba
untuk bunuh diri.
Tahun 1996 Grace
hampir minum baygon
karena depresi, namun
tidak jadi karena aku
menahannya. Tahun
1997 ia berusaha
menyilet tangannya,
namun gagal juga.
Tahun 1998 ia
menyiapkan gantungan
di jendela. Namun
karena ia masih
memikirkan nasib anak
kami, ia tidak jadi bunuh
diri. Setiap kali habis
bertengkar Sam, anak
kami, selalu menghibur
Grace.
Akhirnya Grace mulai
menyerahkan seluruh
masalahnya kepada
Tuhan. Ia juga banyak
belajar tentang
pemulihan gambar diri.
Grace mulai berdoa
meminta Tuhan
mencabut akar
kepahitan dalam dirinya.
Ia terus memohon
perlindungan dan
kekuatan dari Tuhan
agar dapat tegar
menghadapi segala
kehidupannya.
Sejak saat itu Tuhan
mulai membuka jalan
bagi kehidupanku. Aku
mulai diajak ke gereja
oleh temannya dan
lewat Firman-Firman
yang dibawakan, sedikit
demi sedikit karakterku
yang keras mulai
diubahkan.

--
BLESSING FAMILY CENTRE SURABAYA

Selasa, 27 Juli 2010

Wilan, Si Kupu-Kupu Malam

Kehidupan malam kujalani

Aku pertama kali menjadi pelacur pada usia 15 tahun. Penghasilan yang kudapatkan adalah 40% - 60%, maksudnya aku menerima 40%, sedangkan "mami" mendapat bagian 60% dari bayaranku. Aku sudah tidur dengan banyak laki-laki dari berbagai kalangan dan hal ini terus kujalani sampai usiaku yang ke 19 tahun. Aku juga terjerat dalam dosa pergaulan bebas, minum-minuman keras, narkoba, dan juga seks bebas. Dalam hati kecilku sedikit terbesit betapa kotornya hidupku. Aku berusaha mencari jati diri di tempat yang salah. Namun karena tuntutan kehidupan yang keras, aku tetap menjalani kehidupan malamku ini.

Penyebab aku menjadi kupu-kupu malam

Aku dibesarkan dari sebuah keluarga broken home. Ayah dan ibuku bercerai, lalu masing-masing menikah lagi, dan aku serta kakakku tinggal bersama Oma kami. Tapi perlakuan Oma padaku berbeda dengan perlakuan Oma pada kakak. Aku sering "dianaktirikan", sering dicerca, dicaci maki, dan dihajar oleh Oma, sedangkan Oma selalu membanggakan kakak. Aku berpikir apakah karena aku ini jelek mangkanya Oma membenciku.

Karena tidak tahan dengan perlakuan Oma, aku ikut ke Palembang dengan orang yang pernah kos di rumah Oma. Disana aku membantunya membereskan rumah. Namun karena keadaan keluarganya tidak baik dan sering bertengkar, selalu aku yang dijadikan sasaran kemarahan. Akhirnya setelah 3 tahun di sana, aku kembali ke rumah Oma. Ternyata di rumah Oma, aku tetap diperlakukan seperti dulu.

Akhirnya aku memutuskan tinggal di rumah ayahku. Tapi ternyata kehidupan di sana juga tidak lebih baik. Aku "di anak tirikan" oleh ayah kandungku sendiri. Aku bahkan difitnah menyakiti adik tiriku. Aku sangat benci pada ayahku saat itu juga. Akhirnya karena tekanan-tekanan itulah aku memutuskan menjadi "kupu-kupu malam" sebagai pelampiasan kekesalanku. Padahal orang tuaku adalah orang yang berkecukupan.

Memasuki dunia rumah tangga

Suatu hari karena kecerobohanku, aku dinyatakan positif hamil. Namun pria yang menghamiliku tidak mau bertanggung jawab. Akhirnya aku menikah dengan tetangga dekat rumahku karena ia sangat mencintaiku. Tapi rumah tangga kami berantakan. Suamiku bukanlah tipe orang yang bertanggung jawab. Bahkan ia tetap menjadi pengangguran sampai-sampai aku tetap menjadi pelacur demi memenuhi kebutuhan keluarga. Ketika anakku lahir, aku memutuskan bercerai darinya.

Satu tahun kemudian, tahun 1976, aku menikah dengan Edy, pria yang dikenalkan sahabatku. Pergaulan bebas yang kujalani membuatku menjadi seorang yang berkarakter keras namun Edy selalu mengalah padaku. Ia tipe suami yang baik. Karena itulah sifat kerasku semakin menjadi-jadi. Pernikahan kami dikaruniai 4 orang anak namun aku tetap menjalani kehidupan bebasku sehingga aku menelantarkan suami dan anak -anakku.

Tetap tidak bertobat

Bahkan di usiaku yang ke-49 tahun, aku tetap keluar masuk diskotik. Berkali-kali aku hampir OD (Over Dosis), tapi aku tetap tidak kapok juga. Seringkali saat aku OD dan hampir mati, aku mendengar suara- suara yang berkata, "Bukalah matamu..." Namun aku mengacuhkannya. Sampai suatu kali saat aku OD, aku jatuh di tengah diskotik dan ada suara yang berkata, "Lihatlah sekelilingmu..." dan aku melihat pemandangan yang sangat mengerikan. Orang-orang yang ada di sana berubah menjadi sangat menyeramkan, tidak mempunyai tempurung kepala dan mereka semua bertanduk. Wajahnya sangat menyeramkan. Aku tidak merasa takut saat itu, hanya sedikit drop dan aku memutuskan duduk di tepi panggung.

4 Oktober 2005, ketika sedang berada di dalam diskotik, aku sekali lagi mendengar suara yang berkata, "Pulanglah atau engkau akan terhilang..." Aku merasa sangat takut dan memutuskan tidak akan pernah ke diskotik lagi.

Akhirnya aku sadar akan dosa - dosaku

Sejak saat itu aku tiba-tiba menyadari bahwa dosaku sangatlah parah. Pasti hidupku sangat hancur dan tidak berkenan di hadapan Tuhan. Saat itu juga aku sadar bahwa ternyata selama ini suara-suara itu adalah teguran dariNya padaku. Aku langsung menangis meminta pertolongan dan pengampunan dari Tuhan. Aku tidak ingin masuk ke dalam perapian kekal, aku ingin bebas lepas dari ikatan maut ini. Aku menyalibkan kedaginganku dan aku memikul salibku serta mengikut Yesus dalam hidupku. Aku mulai aktif  ke gereja dan mengikuti Family Altar.

Tanggal 19 Mei 2006 aku mengikuti sebuah retreat pemulihan. Di sana, ketika didoakan, aku  memperoleh penglihatan sebuah hati berwarna biru dan beku seperti es. Ternyata itu adalah hatiku. Saat itu aku sangat membenci keluargaku. Aku menyimpan dendam yang amat dalam kepada mereka. Tapi berkat kasih dan kekuatan yang luar bisa dariNya, aku tiba-tiba dapat  mengampuni ayah, ibu, dan Omaku yang telah melukai hatiku. Saat itu juga aku melihat bahwa tangan Tuhan menyentuh hatiku, menggenggamnya, lalu mengubah hatiku yang beku menjadi cair dan berwarna merah terang. Lalu Tuhan mencabut hatiku yang penuh dengan kepahitan itu sampai ke akarnya. Aku dapat merasakan betapa sakitnya dadaku ketika akar kepahitan di hatiku dicabut oleh tanganNya. Aku menangis merasakan sakitnya. Namun setelah itu aku merasakan damai sukacita yang begitu luar biasa. Tuhan benar-benar telah memulihkan hatiku dan juga hidupku.

Hubungan keluargaku dipulihkan

Sepulangnya dari retreat tersebut kehidupan keluargaku berubah drastis. Hubunganku dengan suami dan anak-anakku dipulihkan. Aku meminta maaf sambil menangis dan memeluk mereka satu per satu. Tuhan memang baik. Ia memberikan kasih di hati suami dan anak-anakku sehingga mereka bisa memaafkanku. Semua berjalan dengan luar biasa. Penuh kasih, damai sejahtera, dan sukacita. Kini aku selalu menyempatkan diri untuk meluangkan waktu bersama suami dan anak-anakku. Bahkan aku juga kini melayani di gerejaku. Syukur bagi kebaikanNya, kini aku benar-benar menjadi hambaNya yang taat dan setia dalam seluruh area kehidupanku. (Kisah ini telah ditayangkan 26 Juli 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel).

Sumber Kesaksian :
Wilan


--
BLESSING FAMILY CENTRE SURABAYA

Wanita dan Dendam Di Hatiku

Sejak kecil Ferry telah ditinggal oleh ayahnya untuk selama-lamanya. Sang ibulah yang menjadi tulang punggung keluarga sehingga harus bekerja di tempat lain. Semenjak usia dini, Ferry telah diberi tanggungjawab untuk menjaga adik-adiknya. Ferry dapat melihat bagaimana hidup ibunya penuh dengan pergumulan yang terkadang sepertinya ingin menyerah untuk membiayai hidup dirinya maupun adik-adiknya.

Ibunya Ferry memang bukan orang yang memiliki pendidikan tinggi. Ketika Ferry ingin mengikuti les bahasa Inggris, makian dan kata-kata kasarlah yang terucap dari bibir ibunya sehingga menorehkan luka yang dalam di hati Ferry. Kekesalan dan kebencian yang dirasakan Ferry dilampiaskan Ferry di makam ayahnya. Cacian serta makian Ferry lontarkan di depan kubur sang ayah.

"Pertama-tama sih saya membersihkan makam papa sambil menangis. Habis itu saya maki-maki papa. 'Apa artinya kamu, bisanya nyetak anak doank, tidak bertanggungjawab!!' Saya ludahi, saya tendangi makam papa di sana. 'Kata orang dulunya kamu itu orang kaya! Kata orang dulunya papa itu orang hebat, tapi apa yang papa tinggalkan untuk kami? Hanya seperti ini!'," kisah Ferry. Dunia terasa tidak adil bagi Ferry.

Ketika Ferry menyaksikan teman-temannya bersenda gurau dengan ayah mereka, hal itu merupakan pemandangan yang menyakitkan baginya karena ia tak pernah mendapatkan sosok seorang ayah. Ferry sungguh-sungguh merasa kehilangan sosok seorang ayah. Ia tidak memiliki tempat mengadu ketika menghadapi masalah di sekolah, sedangkan ibunya hampir tidak pernah memiliki waktu bagi Ferry dan adik-adiknya. Rasa sayang Ferry terhadap sang ibu pun bisa dibilang hampir tidak ada.

Semua peristiwa itu menjadi kenangan pahit yang menggoncang jiwanya. Hal itu terus membekas dalam hatinya hingga Ferry tumbuh dewasa dan mengubah pribadi Ferry menjadi seorang yang kasar. Ia tidak lagi menghormati ibunya, bahkan tidak pernah lagi mau mendengarkan setiap perkataan ibunya. Apalagi perkataan ibunya seperti. "Mati saja kau!!" begitu sering terucap dari bibir ibunya.

Sebuah kejadian lain yang tanpa disadari membuat diri Ferry hancur. Sang adik pergi untuk selamanya akibat sebuah perkelahian. Ferry lah yang selalu dipersalahkan atas kematian adiknya. Bahkan ia disebut sebagai seorang 'pembunuh' bagi adiknya. Hal itu begitu menyakiti hati Ferry. Tak ada seorangpun yang kuasa menolak kematian ketika ia datang menjemput. Demikian juga Ferry, ia merasa tidak ada hal lain yang dapat ia lakukan untuk menyelamatkan ataupun mengembalikan nyawa adiknya.

Dicap sebagai orang yang tidak berguna, membuat Ferry berusaha keras untuk membuktikan bahwa dirinya mampu. Namun upaya yang dilakukannya dianggap sebelah mata oleh sang ibu. Rasa sakit hati yang tertanam di hati Ferry semakin dalam. Sosok sang ibu pun tak ada lagi dalam diri Ferry. Kebersamaannya bersama sang pacar membuat Ferry kembali menemukan arti dan keberhargaan dalam hidup.

Namun hal itu tidak berlangsung lama. Sebuah kenyataan pahit harus siap untuk Ferry terima. Sang pacar ternyata memiliki cinta yang lain. Dendam dan kecewa terhadap ibu dan pacarnya membekas di hati Ferry. Niat untukmembalas semua perlakuan mereka terlintas dalam pikirannya. Ferry berniat menyakiti sebanyak mungkin wanita dan tidak akan pernah menghargai seorang wanita.

Untuk melampiaskan kekecewaannya, Ferry pun terjun pada kehidupan yang begitu liar. Meniduri banyak wanita adalah wujud untuk membalaskan dendamnya terhadap pacarnya. Ketika teman kencannya sudah dalam keadaan bugil, seringkali Ferry malah memaksa teman kencannya untuk berpakaian dan menutupi aurat mereka. Ferry sungguh-sungguh menunjukkan kemuakannya terhadap wanita.

Sekalipun tidak melakukan hubungan seks, menelanjangi dan melihat kepolosan tubuh wanita yang tidak ditutupi sehelai benang pun merupakan hal yang memuaskan hati Ferry. Dan hal itu sering ia lakukan sebagai wujud pelampiasan dendamnya terhadap ibu dan mantan kekasihnya.

"Kenikmatan buat saya lebih tepat dikatakan sebagai kepuasan. Karena setiap kali saya melakukan itu dengan dia, saya tidak ada perasaan sayang sama sekali, tidak ada perasaan mengasihi. Saya hanya ingin mempermalukan dan puas bila melakukan hal itu. Setelah melihat dia bugil seperti itu, saya pun langsung muak. Dan itu adalah sebuah kepuasan bagi saya. Saya sadar perilaku saya yang ingin menyakiti wanita itu adalah dampak dari apa yang dilakukan pacar saya dulu dan juga mama saya. Karena saya berpikir wanita itu jahat seperti mama saya dan pantas untuk disakiti," ujar Ferry.

Bertahun-tahun lamanya Ferry terjerat dakam kehidupan seks hingga ia terlena. Tak ada lagi kebahagiaan yang ia rasakan dalam dirinya.

"Saya merasa capek seperti ini terus. Saya butuh seseorang karena saya yakin hidup saya seharusnya tidak seperti ini. Ada sesuatu yang harus saya cari, tapi apakah itu bukanlah hal yang bisa saya jawab. Saya pun tidak tahu apa itu dan siapa yang saya cari," kenang Ferry akan masa lalunya.

Pada saat hati mulai kosong dan kesepian, Ferry mulai mencari sesuatu yang bisa mengisi kekosongan hatinya dan ia mendapatkannya. Ferry mulai mencari Tuhan. Ketika Ferry tenggelam dalam doa, ia benar-benar merasakan perasaannya plong dan terbebas dari segala tekanan itu. Dengan mengandalkan doa, perlahan-lahan Ferry mulai berubah. Sampai suatu hari Ferry mengikuti sebuah acara dan di sana penyesalan demi penyesalan mulai Ferry rasakan.

Di acara itu, Ferry didoakan oleh seorang wanita hamba Tuhan. Dan dalam doa tersebut, ia mangatakan, "Saya sebagai seorang wanita yang mungkin pernah menyakiti, atas nama mereka, saya minta ampun." Perkataan ini begitu menyentak hati Ferry, dan ia pun tanpa basa-basi lagi langsung mengambil keputusan untuk mengampuni dan meminta pengampunan dari orang-orang yang ia sakiti.

"Saat saya mengatakan mau, saya merasakan ada suatu kedamaina, ada suatu yang harus saya lakukan, yaitu komitmen. Saya harus mengampuni mama saya, dan juga pacar saya yang dulu, dan orang-orang lain yang mungkin saya sakiti. Saya tidak pernah menyelesaikan masalah hati ini dengan mantan pacar saya maupun ibu saya. Dan ketika hamba Tuhan tersebut berkata seperti itu, inilah yang selama ini saya cari, yaitu kata-kata, 'Saya minta ampun' dan harus saya ungkapkan kepada mereka," kisah Ferry.

Perlahan-lahan hubungan yang selama ini membeku di antara Ferry dan ibunya mulai membaik. Akhirnya Ferry mendatangi ibunya dan mengakui semua kesalahannya serta meminta maaf.

"Ternyata hidup saya tanpa mama itu kosong. Saya minta ampun kepada mama, sudah mengecewakan mama selama ini, sudah membuat mama sedih. Dan ternyata Mama pun mengeluarkan sebuah pengakuan, mama meminta maaf karena tidak pernah memperhatikan saya dan juga adik-adik," ujar Ferry.

Kebencian dan sakit hati yang membelenggu Ferry selama bertahun-tahun telah Tuhan pulihkan. Saat ini Ferry bekerja melayani orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan.

"Kalau saya mengingat dosa-dosa saya dulu, saya pernah menyakiti wanita, saya juga kecewa dengan mama saya, saya minder dan merasa tidak mampu serta tidak percaya diri, tapi setelah kenal Tuhan Yesus, saya punya percaya diri. Saya tahu ada suatu rencana Tuhan dalam hidup saya," ujar Ferry menutup kesaksiannya. (Kisah ini ditayangkan 20 Juli 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel).

Sumber Kesaksian :
Ferry Pardede


--
BLESSING FAMILY CENTRE SURABAYA

Senin, 26 Juli 2010

Tsunami Membuatku Hidup Segan Mati Tak Mau

Hari itu, tanggal 26 Desember 2004, Paulus Kilikili tetap beraktifitas seperti biasanya di tempat tinggalnya Banda Aceh. Hari itu hari Minggu, Paulus sudah bangun sebelum jam 8 dan sudah membuka warung dagangannya. Sang istri pun sedang menyiapkan makanan. Mereka sama sekali tidak mempunyai firasat akan apapun yang buruk akan terjadi menimpa mereka.
Sekitar jam 8, tiba-tiba terjadi goncangan keras. Mereka mengalami gempa, begitu juga dengan penduduk sekitar, kemudian gempa itupun berlalu saat mereka semua sudah keluar rumah tanpa mengalami cedera apapun. Sekitar 15 menit kemudian, ketika Paulus masih duduk-duduk santai sambil minum kopi di depan warungnya yang juga merupakan bagian rumahnya, tiba-tiba bahaya menghampiri mereka.
Semua penduduk di sana melarikan diri dan berteriak-teriak. Pasalnya adalah air laut naik ke permukaan daratan dan menghantam setiap benda maupun orang yang dihampirinya. Saat Paulus melihat air yang setinggi 15 meter itu menghampirinya, dia hanya bisa pasrah.
Tiba-tiba Paulus dihantam dan tidak sadarkan diri. Yang dia tahu kemudian adalah dia tersangkut di batang kelapa dan berada sekitar dua kilometer jauhnya dari rumahnya karena terbawa tsunami itu. “Saya nggak lari kok saya yang selamat?” begitulah yang dikatakan Paulus sewaktu bersaksi. Sampai air itu surut, Paulus tetap mempertaruhkan nyawanya dengan berpegangan pada sebatang pohon kelapa tersebut.
Setelah air surut, Paulus turun dari batang kelapa itu (Bisa dibayangkan setinggi apa tsunami itu sampai-sampai Paulus bisa tersangkut di pohon kelapa yang begitu tinggi?) Paulus yang sudah terluka parah bermaksud untuk kembali ke rumahnya dan melihat pemandangan yang tidak akan pernah dilupakannya seumur hidupnya. Kakinya begitu kesakitan dan tidak bisa lagi dipakai untuk berjalan.
Saat itu Paulus melihat begitu banyak mayat yang tergeletak di sekitarnya. “Saya sudah sedih dan menangis melihat kejadian itu. Saya juga minta ‘Tuhan, mana keluarga saya? Mana keluarga saya? Selamatkanlah keluarga saya, Tuhan…”
Dalam kondisi tubuh yang penuh luka dan kekuatiran yang mendalam mengenai keselamatan keluarganya, Paulus baru mendapatkan pertolongan menjelang sore dari beberapa orang relawan. “Saya sampai jam 4 sore, baru dibawa ke puskesmas. Sesampainya di sana pun sudah tidak ada makanan maupun minuman. Selama dua hari tidak ada makan dan minum. Baru hari ke-3 Paulus bisa makan minum setelah dibawa ke tempat lain.
Setelah sembuh, Paulus mulai mencari keluarganya. “Waktu saya masih sakit, saya kepikiran mungkin ada keluarga saya yang selamat.” Maka Paulus pun mulai mencari ke tempat-tempat informasi yang tersedia. Dia masukkan keterangan di Koran, masuk ke banyak rumah sakit dan mencari mereka tapi setelah satu tahun, dia tetap tidak menemukan mereka. Bahkan kuburan mereka pun tidak bisa dia temukan.
“Saya sudah pasrah aja sama Tuhan. Sedih banget. Selama 6 bulan saya menangis terus. Saya tidak bisa ketemu anak, istri, cucu saya, menantu saya. Air mata keluar setiap hari, siang malam tidak bisa tidur memikirkan mereka.”
Rasa sedih tak tertahankan, membuat Paulus meninggalkan Aceh dan datang ke Jakarta. Namun, di Jakarta pun dia tidak memiliki tujuan yang pasti. “Lari ke Jakarta, saya tidak punya sanak saudara sekalipun. Tapi daripada stress, saya datang saja.”
Di Jakarta, saat menjelang sore, Paulus pun mencari taksi dan pergi ke hotel yang paling murah. Paulus tidak mengerti tujuan hidupnya di Jakarta. Dia hanya ingin melarikan diri dari kenyataan ditinggal istri dan keluarganya. Hal itu membuat Paulus seperti orang yang kehilangan arah saat di Jakarta.
“Saya bangun pukul 10.00 pagi. Setiap hari saya pergi kemana saja saya bisa, saya tanya orang-orang. Yang saya lakukan kemudian cuma duduk-duduk saja di pinggiran jalan, dimana saja sambil merenung kembali tentang kehilangan yang saya alami. Selama sebulan itu, hanya itulah yang saya lakukan. Sepuluh malam pulang, sepuluh pagi saya pergi lagi, itulah yang saya lakukan terus menerus.”
Selama sebulan itu, uang Paulus pun habis. Dia kemudian hidup terlunta-lunta. Dia tidur di sembarang tempat dimana saja dia bisa tidur. “Saya tidak ada duit itu. Saya tidur di sana sini, sana sini, saya tidur di dekat polisi cepek. Tapi orang-orang kasihan kepada saya...”
Sebabnya adalah ketika mereka menanyakan dia darimana, Paulus menjawab bahwa dia berasal dari Banda Aceh. Kemudian diapun menceritakan kejadian tragis yang menimpanya. Malahan, para polisi cepek itu memberinya makan. “Besok, kalau Bapak belum makan, datang lagi saja ke sini…” Itulah yang diperbuat oleh polisi cepek ini kepada Paulus.
Berbulan-bulan Paulus hidup jadi gelandangan di Jakarta. Tanpa harapan, tanpa apa-apa dan harus mengharapkan belas kasihan orang lain. Makanya, setiap kali bertemu orang, dia mengharapkan pekerjaan yang bisa menyokong dia untuk bisa makan. Saat Paulus sedang dalam kondisi tubuh lemah dan sakit-sakitan, saat itulah Paulus bertemu dengan seseorang yang tanpa disadarinya, akan membawa perubahan besar dalam hidupnya.
“Suatu saat, saat saya sakit, seorang hamba Tuhan datang dari gereja kepada saya...”
“Bapak lagi ngapain?” tanya hamba Tuhan tersebut.
Paulus kaget melihat orang tersebut kemudian menjawab, “Saya numpang tidur, Pak. Saya lagi sakit.”
Hamba Tuhan tersebut memberikan kepadanya makanan dan menemaninya selama dia makan. Saat Paulus sudah selesai makan, dia mengatakan, “Pak, tolong cari saya kerjaan. Apa saja yang penting saya bisa makan.”
Hamba Tuhan tersebut meminta Paulus untuk datang kembali minggu depan. Saat yang ditetapkan tiba. Paulus datang dan akhirnya diajak ke salah satu rumah teman hamba Tuhan tersebut. Tanpa dia sadari, di sana Paulus merasakan kasih yang luar biasa dan penerimaan yang sesungguhnya.
“Kondisi Paulus saat itu sangat parah ya… Saya tidak tahu siapa itu Pak Is (Paulus, red) tapi saya mengasihi dia. Saya dan Pak Is tinggal satu kost.” Begitu kisah Lexi Kurmasela, orang yang dimintai bantuan oleh hamba Tuhan tersebut.
“Sekarang kondisinya jauh berbeda. Kalau dulu tujuan hidupnya tidak ada, sukacita tidak ada. Dia menjalani hidup biasa aja. Tapi setelah dia lebih lagi mengenal kasih Tuhan, perbedaannya jauh. Dulu dia membutuhkan sukacita, dulu dia meminta pertolongan kepada orang lain. Sekarang dia memberikan pertolongan dan sukacita kepada mereka yang membutuhkan.” Lexi bercerita.
“Sekarang makan saya teratur, pikiran tidak beban. Saya berpikir, kok bisa saya jadi begini? Saya diubah Tuhan sedemikian rupa dan dipulihkan. Saya berterima kasih kepada Tuhan Yesus, apapun beban yang saya rasakan, sudah Tuhan Yesus angkat. Tuhan memberikan kekuatan bagi saya. Saya percaya Tuhan Yesus adalah Juru Selamat bagi saya sampai selama-lamanya.” (Kisah ini ditayangkan pada acara Solusi Life di O Chanel tanggal 21 Juli 2010)
Sumber Kesaksian :
Paulus Kilikili

Minggu, 25 Juli 2010

Castella: Gadis Muda Pecinta Monster (part 2)

Ibunya pun menanggapi,
"Buat saya pribadi saya
belajar dari kehidupan
Castella yang sekarang. Dia
anak yang sungguh-
sungguh mencintai Tuhan.
Anak yang menomor-satukan
Tuhan."
"Peran Tuhan itu menjadi
peran yang utama dalam
kehidupan saya. Ketika saya
mau maju saya tahu saya
bersama Tuhan. Jadi jika
saya bisa sampai saat ini
seperti sekarang, saya tahu
dan saya yakin sekali bahwa
saya bisa karena Tuhan,"
kisah Castella. (Kesaksian ini
ditayangkan 22 Juli 2010
dalam acara Solusi Life di
O'Channel)
Sumber kesaksian:
Castella Natalia

--
BLESSING FAMILY CENTRE SURABAYA

Castella: Gadis Muda Pecinta Monster (part 1)

Di
antara teman-temannya
sewaktu kecil, Castella
memang yang terkecil, jadi
jika di sekolah pun selalu
ditempatkan di depan. Dan
teman-temannya selalu
menganggap dirinya adalah
anak bawang. Ia suka
dijahilin, oleh teman-
temannya rambutnya suka
ditarik-tarik. Oleh karena
perlakuan teman-temannya
itu, Castella merasa tidak
enak. Ia merasa dirinya tidak
ada harganya. Ia hanya bisa
terdiam, karena ia merasa
takut kepada teman-
temannya yang jauh lebih
besar dari dirinya. Ketika
pulang ke rumah, ia hanya
bisa masuk kamar dan
menangis.
Sikap teman-temannya
terhadapnya sering
menimbulkan pertanyaan
atas dirinya. "Mengapa saya
berbeda dengan orang lain?
Orang lain itu bisa main
dengan banyak teman,
sedangkan saya sulit untuk
masuk bergaul dengan orang
lain. Pikir saya dahulu,
karena apa saya jelek, atau
karena kecil... Atau karena
hal lain...?"
Terkadang ia bingung, tetapi
Castella berpikir mungkin ia
memang seperti itu, maka itu
ia sendirian saja. Ia suka
bermain sendiri saja.
"Saya lebih suka
menghabiskan waktu di
kamar sendirian, main
dengan apa yang ada di
kamar saya. Saya bisa
mengontrol apa yang saya
inginkan sendiri," kisah
Castella mengenai
kesendiriannya dari semasa
kecilnya.
Ibunda Castella yakni Berta
berkisah, "Semakin hari
semakin besar kekuatiran
saya karena Castella
semakin hari semakin besar
juga dan semakin parah
juga. Saya tidak mau Castella
seperti anak yang
terbelakang, saya mau dia
maju dan berkembang."
Ibunya pun kerap memuji
dirinya untuk menumbuhkan
rasa percaya diri dalam diri
Castella. "Tetapi di pikiran
saya, apa yang mereka
katakan mengenai diri saya
itu tidak benar. Karena saya
lebih dengar apa kata orang
itu bahwa saya anak yang
aneh, anak yang berbeda,
anak yang tidak layak untuk
main-main bareng dengan
mereka."
Akibat Kenangan Buruk
Masa Lalu
Semuanya berawal ketika
Castella masih kecil, ada
peristiwa memilukan yang
dialami Castella.
"Saking kesalnya saya...
Saking jengkelnya saya...
Saya pernah membawa
Castella ke kamar mandi, dan
menaruh dia di dalam bak
mandi. Karena saat itu
Castella menangis, menjerit-
jerit tidak mau berhenti
seperti anak yang
kerasukan. Tanpa sebab
yang jelas. Akhirnya saya
lakukan itu karena saya
bingung dan kesal," kisah
ibunda Castella.
Castella sendiri mengisahkan
respon dia dari pengalaman
masa kecilnya, "Semenjak itu
membuat saya males lagi
untuk respek kepada orang
tua. Apalagi untuk bercerita
kepada orang-tua saya...
Saya sudah tidak mau lagi."
Castella membuat benteng
dalam hidupnya, menarik diri
dari lingkungannya dan
masuk kepada setiap
gambar-gambar yang
dibuatnya. "Pasti sosok
gambar-gambar yang saya
buat selalu monster-monster
yang seram-seram, tidak
suka yang cantik-cantik.
Yang indah-indah itu
kayaknya saya tidak pernah
gambar seperti itu. Menurut
saya yang indah itu, ya,
monster."
Selama 15 tahun Castella
menutup dirinya, berbagai
usaha sudah dilakukan
ibunya, namun Castella malah
lebih menutup rapat-rapat
dirinya.
Pada suatu ketika, ada
beberapa orang yang
mendekati dirinya dan
mencoba dekat dengan
Castella. "Waktu kelas 2 SMA
ketemu dengan orang-orang
yang saya merasa diterima
oleh mereka. Jadi waktu itu
saya dibujukin untuk pergi
main bareng. Awalnya tidak
mau, tapi akhirnya saya
coba untuk pergi. Tetapi
lama-lama saya merasa
diterima dan merasa nyaman
juga akhirnya," kisah
Castella.
Kisah Teman-teman
Castella
"Anak ini tuh dulunya tidak
bisa nyambung jika diajak
ngobrol. Menakutkan buat
banyak orang karena ia
selalu jalan dengan kepala
tertunduk dan rambut ke
depan," kisah Syani,
pembimbing rohani Castella.
Suatu ketika Castella diajak
untuk mengikuti sebuah
acara anak muda dan lewat
acara tersebut Castella mulai
terbuka terhadap
lingkungannya. "Di situ
dikasih tahu bahwa kita itu
berharga. Seharusnya itu
kita bisa menjadi orang-
orang yang Tuhan telah
tetapkan tujuan dalam
hidupnya. Dari situ mulai
terbuka bahwa ternyata
yang selama ini saya
pikirkan tentang diri saya itu
salah. Kalaupun orang-orang
tidak menghargai saya,
tetapi Tuhan sudah sangat
menghargai saya."
Selama 15 tahun Castella
menjadi anak yang anti
sosial, namun setelah
memutuskan untuk berubah,
kini kehidupan Castella
semakin berwarna.
Ibunya berkisah, "Castella
mulai punya teman.
Kepercayaan dirinya mulai
pulih. Bisa berkomunikasi
dengan orang-orang lain."
"Kalau sekarang ia ada di
beberapa majalah, ia suka
difoto sebagai model," cerita
David.
Castella berterima kasih,
"Doa mereka yang membuat
saya akhirnya bisa berubah
juga."
Gambar-gambar yang dahulu
melukiskan kesendirian
Castella pun sekarang telah
berganti menjadi gambar-
gambar yang penuh dengan
keceriaan.
"Ketika saya membuat karya,
saya tahu sekali bahwa
Tuhan semenjak lahir sudah
memikirkan saya jauh sekali.
Pasti luar biasa sekali,"
tutur Castella.

--
BLESSING FAMILY CENTRE SURABAYA

Pemulihan Sang Anak Buangan (part 2)

Pemulihan terhadap masa
lalunya dialami
Komen di sebuah
pertemuan.
"Jadi di situ saya
dikasih tahu
bagaimana kita
punya kepahitan,
terus luka batin, dan saya dikasih pilihan mau atau tidak untuk mengampuni.
Saya diingatkan lagi ke masa lalu saya. Di situ saya ambil komitmen, ya Tuhan, saya mau mengampuni
mereka dengan
sepenuh hati saya.
Jadi beban itu tidak ada lagi di hati saya.
Tadinya punya
pikiran mau
membalas saudara saya, kepahitan sama orang tua saya, tapi disitu saya dilepasin .... bebas."
Pengampunan telah membawa
perubahan yang
nyata dalam hidup
Komen. Komen
mendatangi kokonya untuk meminta maaf atas dendam
yang pernah
dirasakannya
terhadap kokonya.
Tak ada lagi trauma masa lalu dan juga ketakutan akan
masa depan.
"Saya ikut apa yang Tuhan inginkan. Saya
ikutin... dan ternyata dengan latar belakang pendidikan
saya yang kurang
tapi ternyata Tuhan bisa pulihkan. Tuhan
itu luar biasa tuntun hidup saya. Saya
memiliki rumah dan juga keluarga yang saling mengasihi. Jadi
saat ini yang saya
dapat, Tuhan itu
baik sekali." (Kisah ini ditayangkan 22
Juli dalam acara
Solusi Life di O'Channel)
Kolose 3:13
Sabarlah kamu
seorang terhadap
yang lain, dan
ampunilah seorang akan
yang lain apabila
yang seorang
menaruh dendam
terhadap yang
lain, sama seperti
Tuhan telah
mengampuni
kamu, kamu
perbuat jugalah
demikian.
Sumber Kesaksian:
Komen

Jumat, 23 Juli 2010

Pemulihan Sang Anak Buangan (part 1)

Berasal dari keluarga yang
kurang mampu, sewaktu kecil
Komen harus menyaksikan
orang tuanya terpaksa
menyerahkan adiknya yang baru lahir untuk diasuh oleh bidan yang
menolong ibunya.
Komen mengingat masa lalunya yang pahit.
"Orang tua saya sangat susah. Mesti melaut dulu
baru dapat makanan. Kalau
tidak melaut ya tidak makan."
Suatu hari Komen
menyaksikan kejadian yang
membuat dirinya sangat terpukul. Sebagai anak 6
tahun yang masih polos, dia menyaksikan perselingkuhan
mamanya. Komen melihat mamanya tidur dengan pria
lain.
"Saat itu saya mau buang air
kecil. Letaknya (kamar mandi) itu kan di ruang tamu.
Kebetulan ada saudara, ga tau saudara darimana ......Ngapain mereka???
Adik saya, koko saya, mereka tidak ada yang tahu. Saya ga ngerti...."
Komen tidak mampu untuk
bertanya. Semuanya hanya
disimpan di dalam hati.
"Mama saya jahat. Kenapa mama saya berbuat seperti itu. Dan itu menimbulkan
trauma. Pikiran saya aneh-aneh jadinya".
Sejak kecil Komen tidak pernah merasakan kasih
sayang dari kedua orang tuanya. Bahkan ketika
mamanya meninggal, Komen
harus dipisahkan dari keluarganya. Ayahnya yang
merasa tidak mampu merawat
Komen, meminta pamannya
membawa Komen ke Jakarta.
Komen merasa mendapat
perlakuan yang berbeda.
"Kenapa kok saya .....yang dititip-titipin itu kok
saya???? Bukannya adik
saya yang perempuan atau
koko saya".
Tinggal bersama keluarga paman di Jakarta membuat
Komen harus menjalani
kehidupan yang keras.
Tahun demi tahun, hal yang lebih menyakitkan mulai datang. Tanpa
alasan yang jelas, sepupu-sepupunya sering memukuli Komen.
"Setiap paginya, saya harus mengepel. Itu sudah wajib harus saya
lakukan. Saya ngepel, baru saya main atau
pergi semir sepatu." "Saya
dipukul....itu biasa. Sering saya dapat."
Kalau malam, kakak sepupu
Komen dan teman-temannya
suka merokok. Supaya tidak
diketahui oleh orang tuanya,
mereka melakukannya di
atas plafon rumah jam 1 atau jam 2 malam. Kalau mereka kehabisan rokok, Komen
dibangunkan dengan paksa
oleh kokonya hanya untuk
membeli rokok.
"Saya benci mereka dan saya mau balas dendam
supaya mereka juga susah.
Kalau bisa ya sampai dia mati".
Komen hanya disekolahkan
sampai kelas 1 SD. Setelah putus sekolah, Komen
memutuskan untuk mencari
uang sendiri dengan menjadi
penyemir sepatu.
"Lihat orang tuh enak amat....Anak-anak seumuran
saya tuh enak mereka.
Mereka sekolah, apa yang mereka inginkan itu paling
tidak sudah ada. Sedangkan saya itu kok susah banget.
Uang hasil semir sepatupun kadang-kadang masih suka
diambilin sama mereka (kokonya) tanpa sepengetahuan saya. Saya tidak
tahu persisnya .....saya kan tidur jadi uang itu saya
sembunyiin tapi tiba-tiba uang itu sudah tidak ada".
Mendapat perlakuan yang
sewenang-wenang selama
bertahun-tahun membuat Komen tertekan. Bagi Komen, hidup bagaikan di
penjara. Di umur 11 tahun, Komenpun
memutuskan untuk bunuh diri.
"Saya tidak tahu saya ini nantinya mau jadi apa. Sama sekali tidak ada bayangan
untuk hidup saya. Waktu itu pokoknya ingin loncat dari gedung yang
sangat tinggi."
Tapi sebelum Komen meloncat, dia terbayang
dengan orang yang dia lihat
bunuh diri kemarin. Orang itu
loncat dari gedung dan dengan mata kepalanya sendiri dia melihat kepala
orang itu hancur dan meninggal dengan tragis.
"Tapi kenapa bunuh diri itu ga jadi.....saya ngeliat ada orang
ngeloncat juga, bunuh diri. Jadi ga jadi untuk bunuh
diri."
Di umur 15 tahun Komen bekerja di toko perhiasan.
Saat itulah pamannya justru
mengusirnya karena menganggap Komen sudah
dapat menghidupi dirinya sendiri. Dengan membawa
baju seadanya, Komen mendatangi tempat bossnya
dan akhirnya boss Komen menawarkan Komen untuk
tinggal disana.
"Saya di sana hanya jadi office boy. Yang beres-
beresin bangku, lap-lap kaca kalau kaca etalase itu
kotor, saya bersihin. Terus
kalau ada customer yang
mau bersihin perhiasannya,
itu biasanya saya yang kerjain. Kalau ada waktu
senggang, boss saya itu support saya. Dia mau
supaya saya juga bisa jadi perajin perhiasan".
Setelah mampu menghasilkan
uang, Komen terjerumus ke
dalam kehidupan malam. Judi dan pornografipun
dijelajahinya. Bahkan setelah
menikahpun, kebiasaan-
kebiasaan buruk itu tidak
ditinggalkannya. Namun akhirnya Komen mengalami
titik balik di dalam hidupnya sampai akhirnya dia
mengenal siapa itu Tuhan ketika seorang teman
mengajaknya untuk menghadiri sebuah kelas
bimbingan.
"Di pertemuan itu saya ambil komitmen mengenai seks.... ternyata itu dosa
katanya... Onani itu juga dosa... Akhirnya saya ambil komitmen saya mau coba
yang lebih bener aja."

Senin, 19 Juli 2010

Suami Istri Yang Saling Menyakiti

Dua insan yang dulunya saling mencinta, menjadi begitu saling membenci dan penuh dengan dendam.
"Sewaktu menikah, melihat suami saya berubah itu membuat saya berpikir - Kok bisa berubah begitu banyak dengan sifatnya sewaktu pacaran itu baik, tetapi begitu rumah tangga kok... berubah. Dalam hal kecilpun dia bisa marah. Pokoknya sifatnya ya dibilangin malah kasar dan mau menang sendiri, egois. Kadang dia suka bilang ke saya sebagai istrinya bahwa saya itu tak punya otak, tak sekolah. Sebagai istri, saya sakit hati dibilang begitu," ujar Allien, istri dari Herman.
Herman sendiri bertutur, "Istri saya suka ngomong kasar. Apapun ia berkata kasar, kadang-kadang perbuatannya pun kasar. Pernah saya lagi makan siang, saya tanya - ini sendoknya mana? - Dia lempar dari dapur sendoknya. Sakit hati saya disitu. Trauma. Saya paling gak suka perempuan itu galak. Yang saya tahu istri saya sewaktu pacaran itu tidak keras. Orangnya lemah lembut. Tetapi setelah menikah, dia kok semakin kasar terus."
Semakin hari permasalahan semakin menumpuk. Saling mempersalahkan dan menuduh sudah menjadi bagian hidup mereka sehari-hari.
Herman berkisah, "Berkomunikasi dengannya sudah susah sekali. Saya sudah berusaha ingin ngomong, tapi tak pernah ada yang namanya kesepakatan sama sekali. Karena jika saya sudah ngomong sepatah, dia sudah ngomong sepuluh kata. Jika saya sudah denger dia ngomong sepuluh kata, saya diam. Jadi masalah itu saya bawa pergi. Saya sering keluar itu karena menghindari percek-cokan."
Terkadang Herman sering mendapat telepon dari teman-temannya untuk pergi makan di malam hari. Meskipun bingung, tetapi sebagai istri Allien menerima saja suaminya pergi menerima ajakan keluar rumah dari teman-temannya.
"Saya setiap malam selalu ijin pergi sama istri. Malam ini saya bilang A ulang tahun, besok lain lagi si B yang ulang tahun. Padahal tidak pernah, kita perginya ke diskotik. Saya ngebohongin istri saya," ujar Herman.
Setiap suaminya pulang, terkadang dalam keadaan muntah. Kadang pintu ingin didobrak oleh suaminya. Terkadang ia merasa ia seperti pembantunya.
"Pada waktu itu saya tidak pernah memikirkan istri saya. Tidak ada sama sekali. Saya malah senang jika melihat istri saya menderita," ujar Herman.
Rasa benci menjadikan Herman semakin menggebu-gebu untuk membuat istrinya menderita. Bahkan pada saat mereka sedang berhubungan intim.
"Dalam berhubungan intim pun, saya rasanya ingin menyakiti dia terus. Jadi tidak punya rasa mesra. Inginnya, menyiksa. Inginnya merasa puas sendiri. Saya tidak pernah mikirin apakah istri saya itu merasa sakit, atau merasa terpuaskan. Tidak ada sama sekali," ujar Herman.
Merasa tidak berdaya menghadapi sikap suaminya, Allien pun mencari pelampiasan untuk membalas perbuatan suaminya. Ia melampiaskan pada anaknya. Anaknya sendiri pun ia pukuli. Suaminya tidak mengetahui perbuatan istrinya pada anak mereka.
"Jika bapaknya tahu, saya bisa digebukin oleh bapaknya," ujar Allien.
Allien menambahkan sambil terisak, "Dahulu saya tidak memiliki rasa kasihan sama anak, karena saya sering dipukulin oleh suami saya. Jadi anak pertama saya habis saya pukulin."
Allien sudah merasa tidak kuat. Kerap ia ingin merasakan untuk bunuh diri. Kalau malam melihat anaknya tidur, ia suka merasa kasihan. Tetapi jika keesokannya lagi suaminya melakukan hal yang sama, anaknya pun tetap menjadi sasarannya. Ia kerap melampiaskan rasa frustasinya pada anaknya.
Keinginan Herman untuk menaklukkan istrinya pun semakin tak terbendung lagi. Bahkan ia nekat menggunakan kuasa kegelapan.
"Saya sering merasa dibantah oleh istri saya. Saya ingin buktikan bahwa ia akan nurut jika saya pasang susuk. Saya pasang susuk karena saya ingin buktikan pada istri saya bahwa saya adalah orang perkasa, bahwa saya adalah kepala rumah tangga yang kuat," ujar Herman.
Tetapi setelah pasang susuk, Herman justru semakin tambah emosi. Apalagi jika ia melihat segala omongannya selalu dibantah oleh istrinya. Tetapi susuk itu tak pernah terbukti sama sekali. Tetap saja istrinya melawan dirinya.
"Saya tidak pernah menyadari bahwa saya itu jahat. Yang saya tahu bahwa perbuatan saya itu menyenangkan hati saya. Saya merasa hati saya puas dengan kelakuan-kelakuan yang saya buat untuk dia," ujar Herman mengungkapkan bagaimana dahulu hatinya sudah begitu bebal.
Dahulu saking kesalnya, Allien sempat berpikir untuk meracuni suaminya. Kadang jika sedang tidur, apabila sudah dirasuki setan, kadang-kadang ia ingin menusuk saja suaminya.
Bukan surga dalam rumah-tangga yang mereka rasakan, namun neraka di dunia yang harus mereka hadapi setiap hari. Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang senantiasa berdoa dan berlutut kepada Tuhan bagi mereka.
Allien mengungkapkan, "Saya diberitahu oleh anak teman saya bahwa saya itu didoakan oleh teman anak saya melalui anak saya hingga berpuasa. Puasa doa, puasa doa... Bergumul untuk mama-nya. Oleh anak saya yang kedua, saya sering diajak komsel olehnya. Saya sering marah kepadanya menanggapi ajakan anaknya."
Tetapi suami Allien berkata kepada Allien ketika melihat ia menolak ajakan anak mereka, "Kamu itu tidak punya agama. Kalau kamu mati, saya buang ke laut mayat kamu. Saya tidak mau urus mayat kamu."
Perkataan itu selalu terngiang-ngiang di benak Allien. Dia pun menuruti saran anaknya untuk menghadiri kelompok doa tersebut. Ternyata dia merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Jika di komsel kan suka sering didoain, suka ditanya apa pergumulan masing-masing dari kita. Saya bilang jikalau - ‘Saya tadinya belum mengenal Tuhan karena saya tadinya tidak percaya Tuhan. Hati saya kacau, hidup saya tidak tenang.' - Jadi saya pun didoakan. Rasanya enak sekali. Pikiran pun plong," Allien mengisahkan bagaimana ia merasa ketenangan ketika berkumpul bersama dalam komsel (komunitas sel, red).
Perubahan dari bagaimana ia tergabung dalam komunitas sel itu, ia merasa bahwa ia sudah lagi tidak marah-marah. Ia pun sudah tidak lagi memukul anak-anaknya. Dengan suami pun jika berbicara, ia sudah menjadi lebih lembut.
Tengah malam ia pun menjadi sering terbangun berdoa untuk suaminya. Kadang-kadang jika suami lagi tidur, ia sering tumpang tangan.
"Saya berdoa untuk suami saya agar karakternya berubah," ujar Allien.
Ternyata Herman sering tersadar bahwa di tengah malam istrinya sering mendoakan dirinya. "Ketika saya tertidur, saya sering tersadar jika istri saya bangun. Tetapi saya tidak tahu bahwa ia itu mendoakan saya," kisah Herman.
Suatu hari, kerap ketika pulang kerja Herman merasakan bahwa pekerjaan begitu sulit. Di rumah istrinya berkata, "Ya sudah, ke gereja saja. Pasti setelah gereja, pekerjaan kamu akan kelar."
Setelah mentok sana-sini, Herman teringat bahwa dahulu ia sering mendengar cerita bahwa Yesus itu melakukan banyak mukjizat, bisa menyembuhkan orang, dan lain-lain. Setelah berpikir, Herman mau juga untuk pergi ke gereja.
Herman lalu menghadiri kebaktian keluarga khusus untuk pasangan suami-istri untuk pertama kalinya. Ia merasakan sesuatu yang tak pernah terbayangkan sebelumnya olehnya.
"Saya merasakan hati yang hancur. Saya merasakan ada jamahan. Ada perasaan bersalah. Saya ingat segala yang saya perbuat sama istri dan keluarga saya. Saya teringat semuanya. Kenapa setiap mendengar lagu-lagu rohani, air mata saya selalu keluar? Disitu saya mulai merasa damai sekali di hati," kisah Herman mengenai pertobatan pertamanya.
Hari demi hari, keluarga mereka mulai mengalami perubahan yang menakjubkan.
"Dulu jika biasanya ngobrol-ngobrol di tempat tidur, jadinya berantem. Tetapi setelah ngobrolin Yesus, itu rasanya damai. Memecahkan masalah kami. Jika ada sifat pasangan yang tidak disukai, kami bicarakan. Lalu masing-masing kami berjanji tidak akan begitu lagi. Jadi sekarang ada komunikasi di antara kami. Bicara pun lemah lembut. Tidak lagi bentak-bentak seperti dulu," kisah Herman mengenai perubahan dalam keluarganya.
Bahkan anak-anaknya pun sekarang sudah berani untuk curhat kepada Herman. Istrinya pun sudah tidak lagi membantahi dirinya.
"Saya benar-benar percaya bahwa Tuhan saya, Tuhan Yesus itu adalah Tuhan yang benar-benar membawa kedamaian. Membawa sukacita buat keluarga saya. Membawa berkat dalam keluarga saya," ujar Herman.
Allien sendiri berkisah, "Saya benar-benar tak pernah terpikir bahwa suami saya bisa berubah begitu cepat. Tuhan benar-benar baik mengubah suami saya. Karakternya sudah berubah sama sekali. Tadinya yang mau menang sendiri, tetapi sekarang jika istri bicara, dia mau mendengarkan. Saya benar-benar mengucap syukur!"
Herman sendiri mengucap syukur sambil menangis, "Begitu besar kasihnya. Sehingga saya yang berdosa saja mau diampuni. Mau dipilih untuk diselamatkan. Yang saya rasakan begitu luar biasa adalah keselamatan yang diberikan oleh Yesus kepada saya. Ketika saya sedang berjalan di tempat yang gelap dahulu, saya tidak pernah tahu bahwa saya ada jalan yang di tempat terang. Tetapi ketika saya di tempat terang, barulah saya tahu bahwa jalan yang saya lalui dahulu adalah di tempat yang gelap. Sekarang saya merasa lebih berharga. Saya merasa berharga sekali." (Kisah ini ditayangkan 15 Juli 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel)
Sumber Kesaksian:
Herman

Kamis, 15 Juli 2010

Rencana Tuhan yang indah pada anak-Nya

Valen Thessa 14 Juli jam 18:41
Besok pagi jam 10 ada acara
peresmian nama jalan di samarinda sebrang dekat
rumah ortu yefta dulu, besok nama jalannya namanya
J.Yefta Palimbongan dimana waktu itu Yefta masih belia
pernah jatuh dari sepeda di jalan itu dan sempat ketabrak motor gara2 main layang2 ama temannya. jadi
jalan itu di ganti nama & namanya Yefta., ini luar
biasa, yang tidak pernah ada di
pikiran dan tidak ada dalam mimpiku dan tidak pernah aku duga bisa ada hal sperti ini.
sekalian orang-orang seiman besok
berbondong-bondong mau ziarah ke Makam Yefta mau Doakan Yefta.
makasih yah kak udah bantuin Dalam DOA. (Yakubus 5 :16B)
aMIN.

Rabu, 14 Juli 2010

Agus Curi Tali Pocong Demi Ilmu Kesaktian (2)

Namun keadaan malah
berbalik, Agus malah dibuat
penasaran oleh mereka yang
sedang melakukan ibadah di
gereja tersebut. Awalnya
dengan takut-takut, Agus
mengintip dari depan pintu.
Dilihat disana ada anak-anak
muda yang main band
dengan bagusnya. Rasa
tertariknya makin menjadi-
jadi, setelah beberapa bulan
hanya mengintip dari luar
Agus akhirnya memberanikan
diri masuk ke gereja, dan
duduk di bagian belakang
untuk mengikuti ibadah
tersebut. Disanalah sebuah
perubahan besar dialami
oleh Agus.
“Setelah berjalan kurang
lebih 4 bulan, saya mulai
berani duduk di deket pintu.
Saya masih ingat sekali
kotbah waktu itu, yaitu
tentang dosa. Jawaban atas
pertanyaan saya selama ini
terjawab disitu. Saya mencari
ilmu dan segala sesuatunya
untuk selamat. Tapi selamat
seperti apa, saya ngga
ngerti. Karena selamat yang
saya dapatkan selama ini
hanya selamat di dunia.
Tetapi keselamatan itu
menuntut sesuatu dari saya.
Dulu saya juga pernah
bertanya kepada guru-guru
saya, dan orang pintar
namun tidak satupun yang
bisa memberikan jawaban
tentang keselamatan yang
pasti. Semua selalu
mengatakan mudah-
mudahan. Tetapi pendeta ini
dengan beraninya
mengatakan hanya Yesus
yang bisa membuat kita
selamat. Dibawah kolong
langit ini tidak ada satu
namapun yang dapat
memberikan keselamatan
selain nama Yesus. Disitu
saya merasa aneh, kok yang
lain tidak ada yang bisa
memberikan jawaban yang
meyakinkan tentang
keselamatan, tapi dia bisa
mengatakan bahwa Yesus
satu-satunya jawaban atas
keselamatan tersebut.”
Disitulah Agus mengalami
seperti ada sebuah selubung
yang menutupi mata hatinya
seakan terangkat, dan ia
bisa dengan jelas melihat
semua yang telah
dilakukannya adalah salah.
“Setelah saya mendengar
itu, saya seolah-olah
terbuka. Saya tahu apa yang
telah saya lakukan salah.
Kalau saya mencari selamat,
saya pergi ke dukun, saya
salah. Kalau saya mencari
selamat, saya pergi ke
gunung, saya salah.
Ternyata hanya melalui
Yesus. Saat itu, dalam hati
saya menyadari bahwa saya
adalah orang yang paling
berdosa. Saya merasa
bahwa apa yang saya cari
selama ini, disini tempatnya.”
Proses pertobatanpun
dijalani oleh Agus, sekalipun
hal tersebut bukanlah hal
yang mudah baginya.
“Walaupun saya secara
pribadi mau terima Yesus,
namun dalam diri saya
seperti ada penolakan dari
hal lain yang saya ngga
tahu. Bahkan saya sempat
muntah darah.”
Namun hal tersebut tidak
menghentikannya, karena
dia telah menemukan apa
yang selama ini dicarinya.
“Saya sukacita kenapa?
Karena saya telah
menemukan sebuah jaminan
keselamatan yang pasti,
bukan mudah-mudahan lagi.
Apa yang dulu saya anggap
berharga, yaitu kesaktian
saya, sekarang tidak ada
gunanya. Itu adalah
kebodohan yang paling fatal
yang pernah saya lakukan.
Ternyata untuk mencari
selamat dan bahagia itu
bukan dengan cara seperti
itu, tetapi hanya dengan
cara menerima Yesus
sebagai Tuhan dan juru
selamat. Hal itu adalah
kebahagiaan yang luar biasa
sekali.”
(Kisah ini ditayangkan 8 Juli
2010 dalam acara Solusi Life
di O'Channel).
Sumber Kesaksian:
Agus Iswahyudi

Agus Curi Tali Pocong Demi Ilmu Kesaktian (1)

Berbagai ilmu kesaktian dan
jimat yang telah dimilikinya
tidak juga membuat pria
muda yang bernama Agus
Iswahyudi ini mendapatkan
ketenangan batin. Hal itu
membuat Agus makin
beringas hingga nekat
menggali kuburan seorang
wanita yang baru saja
meninggal demi mendapatkan
tali pocong-nya.
“Setelah saya mendapat
informasi kalau di tetangga
desa saya ada seorang
perempuan muda yang hamil
tiga bulan dan baru saja
meninggal dunia, lalu saya
langsung datangin. Saya ikut
melayat, saya ikut
memakamkan dan malamnya
saya coba mengintai
ternyata ada yang
menjaganya.”
Setelah melakukan
pengintaian kuburan
tersebut selama tiga hari,
akhirnya Agus membulatkan
tekadnya untuk melakukan
tindakan gilanya. Dengan
mengendap-ngendap
ditengah kegelapan malam,
Agus mendekati kuburan
yang dijaga oleh tiga orang
tersebut.
“Saya menunggu hingga
situasi benar-benar tenang.
Saya lihat disitu ada tiga
orang yang menjaga, yaitu
suami wanita yang
meninggal, bapaknya dan
salah seorang kerabatnya.
Lalu saya membacakan
mantra untuk menyirep
mereka. Setelah itu saya gali
kuburannya.”
Agus menggali kuburan
tersebut dengan dipenuhi
rasa takut luar biasa hingga
dirinya gemetar dan
bercucuran keringat, namun
dirinya memberanikan diri
untuk mengambil tali pocong
dari mayat tersebut.
“Waktu mengambil itu (tali
pocong), tangan saya
sempat menyentuh si mayat.
Hal itu membuat saya
gemetaran takut yang tidak
bisa diutarakan. Namun
sekali lagi saya nekat
karena saya ingin selamat,
saya ingin kuat, saya ingin
sakti, saya ingin
mendapatkan sesuatu yang
lebih dan lebih lagi.”
Obesesi Agus kepada
berbagai jimat dan ilmu
kesaktian ini bermula dari
kekaguman kepada ayahnya.
Ayahnya adalah seorang
dalang, namun bukan hanya
karena kepiawaian sang
ayah dalam memainkan
wayang yang membuatnya
kagum, namun juga karena
kesaktian yang dimiliki
ayahnya yang membuatnya
dikenal sebagai seorang
dukun atau paranormal.
“Waktu itu ada seorang ibu
yang membawa anaknya
datang kerumah karena
sakit demam. Bapak
mengobati dengan secangkir
air putih yang diberi jampe-
jampe dan menyuruh anak
tersebut meminumnya.
Disitulah saya tahu kalau
bapak itu memiliki ilmu, bisa
meramal, bisa ngobatin
orang, dan jujur sebagai
seorang anak saya merasa
bangga, merasa takjub. Dari
disitu juga saya ingin belajar
ingin menjadi seperti bapak. ”
Sejak itu, Agus dengan taat
belajar dari ayahnya
berbagai ilmu kesaktian
sekalipun masih sangat kecil.
Dirinya mulai belajar puasa
Senin – Kamis dan bertapa.
“Saya masih ingat waktu
saya masih kelas 3 SD,
bapak saya mulai
mengajarkan saya untuk
puasa Senin dan Kamis dan
semedi.”
Tidak berhenti hanya belajar
dari sang ayah, Agus juga
belajar kepada beberapa
orang pintar dan juga tidak
segan untuk ketempat-
tempat keramat untuk
bersemedi dan berburu jimat.
Tetapi semua yang telah
didapatnya tidak juga
membuat Agus puas, malah
sebaliknya, batinnya merasa
tersiksa.
“Saya merasa tidak puas
dengan apa yang saya
dapat. Saya ingin mencari
dan mencari terus. Hingga
saya memiliki sekitar 29
jimat. Selain itu saya mulai
terikat. Terikatnya yaitu
karena jimat tersebut
memerlukan perawatan,
seperti memberi makanan
dengan berbagai sesajen,
dan membersihkannya. Hal
itulah yang menyita hampir
setengah dari waktu saya.
Jadi selain saya merasa
senang, saya juga merasa
tersiksa dan merasa tidak
bisa lepas. Hidup saya
seperti dikejar-kejar
sesuatu yang saya sendiri
tidak mengerti.”
Setelah dirinya merasa
cukup hebat dengan
berbekal berbagai jimat dan
ilmu kesaktian, Agus
bertandang ke Jakarta.
Salah satu tempat favoritnya
untuk nongkrong-nya adalah
di depan sebuah gereja,
namun dibalik semua itu ada
sebuah rencana jahat yang
telah dipersiapkan Agus.
“Tujuan saya nongkrong itu
untuk mencari teman-teman
orang situ, dan yang kedua
serta tujuan utamanya
adalah untuk menggaet
cewek-cewek yang baru
pulang dari gereja itu. Untuk
di pelet, untuk dijadikan
kekasih, untuk dijadiin
pacar.”

Jumat, 09 Juli 2010

Mujizat terjadi dalam KKR Blessing Family Centre Surabaya

Syalom, dari KKR dengan tema "YESUS ALLAH JURUSELAMATKU" yang diselenggarakan Blessing Family Centre Surabaya dari tanggal 5 - 8 Juli 2010, Mujizat terjadi tiap hari, yang lumpuh dapat jalan, yang tuli bisu dapat mendengar dan bicara, yang katarak sembuh, yang sakit kanker sembuh, TIADA YANG MUSTAHIL BAGI TUHAN. Besar anugerah-Nya heran kuasa-Nya ajaib perbuatan-Nya. Amin

Blessing Family Centre Surabaya

Kamis, 08 Juli 2010

Burung Di Udara Pun Dipelihara Tuhan

Roby Handoko lahir dari keluarga yang serba kekurangan. Dia dari kecil sudah merasakan apakah itu penderitaan orang miskin. Itulah yang menyebabkan Roby menjadi minder berteman dengan teman-teman sekolah ataupun teman-teman bermainnya. Mereka seringkali melihat pakaian Roby yang terlalu jelek, melihat Roby yang menyandang status anak miskin, membuat teman-temannya enggan bergaul dengan Roby.
Hidup hanyalah kesia-siaan belaka
Bukan hanya karena kondisi ekonomi keluarganya, tapi juga karena fisik yang dimiliki oleh Roby. “Saya sering diejek gitu ya, saya memang dulu kepalanya gede jadi itulah yang menyebabkan saya sering diejek. Teman-teman jadinya tidak mau bergaul dengan saya dan saya dijuluki ‘kepala gede’ oleh teman-teman. Akhirnya saya malu kalau bertemu mereka.”
Bagi Roby, hidupnya hanyalah sebuah kesia-siaan. Dia merasa dirinya hanyalah sebuah bencana bagi kedua orangtuanya. “Saya masih ingat, gara-gara saya mereka berdua ribut. Singkat cerita, saya ada pemikiran. Saya pikir kalau saya mati, mungkin itu jalan keluar buat mereka biar tidak bertengkar lagi. Saya pikir itulah satu-satunya cara. Saya lihat di sana, waktu itu ada racun serangga. Saya berharap saya meninggal dengan enak, langsung minum langsung tidak merasakan apa-apa, itu harapan saya. Dan saat saya sudah mau minum racun serangga itu, tiba-tiba ada suara…”
“Jangan…”
“Lho siapa yang bersuara? Saya bingung darimana suara itu datang. Padahal saat itu tidak ada siapa-siapa di ruangan itu. Setelah itu, saya akhirnya tidak jadi minum racun serangga tersebut.”
Gagal bunuh diri membuat keputusasaan semakin menekan batin Roby. “Saya putus asa, saya semakin tidak tahu tujuan hidup saya. Apakah ini sudah jadi takdir saya?”
Jalan pintas keluar dari kesengsaraan
Di tengah keputusasaan yang menghimpit Roby, Roby melihat suatu jalan pintas dari kesengsaraannya. Di daerah tempatnya tinggal, ada banyak jenis judi. Ada judi koprok, judi togel, dan segala macam jenis judi lainnya.
Maka mulai saat itu, Roby mencari jalan pintas tersebut. “Saya mencoba hal itu. Saya pikir, ‘Ini dia yang saya cari selama ini.’ “ Roby pun mulai terjun aktif di perjudian. Perjudian yang dia mulai pertama kali adalah judi togel. Dia mencoba peruntungannya dan ternyata berhasil. Waktu itu dia pernah kena, iseng-iseng dengan menggunakan panduan buku, dia mendapatkan keberuntungan dengan menang judi 3 angka. Itulah cara instant yang dapat menghasilkan banyak uang.
“Namanya juga manusia ya, setelah itu saya pengen mendapatkan lebih. Saya pikir, kalau cuma togel kurang.” Saat itu mulailah Roby juga menggeluti judi bola. Roby tak segan mencuri uang orangtuanya untuk usaha judi bolanya tersebut.
“Pertama kali judi bola saya cuma pasang…pasang-pasang saja. Waktu itu memang saya suka bola. Enggak tau kenapa waktu itu saya selalu menang. Setiap kali saya pasang, pasti saya menang. Teman-teman pun jadi ikut. Setiap kali mau pasang, mereka tanya dulu saya megang apa lalu mereka pun ikut pasang. Setiap kali menang, saya pun dapat komisi.”
Uang hasil menang judi bola itu, Roby pakai buat keluarga. Dia membelikan keluarganya makanan ataupun yang lainnya. Setiap kali ditanya darimana dia mendapatkan uang, dia tidak jujur mengatakan darimana. Kemenangan demi kemenangan membuat Roby tetap tidak puas. Dia makin menjadi-jadi.
“Saya tetap tidak puas. Saya berpikir, kenapa tidak saya coba saja jadi bandar?”
Sejak itulah, Roby pun menjadi bandar judi bola. Kalau awalnya dia takut-takut, semakin lama dia semakin berani. Kalau dulunya dia hanya pasang kecil-kecilan, dia mulai menaikkan taruhannya. Ditambah lagi memang dia selalu menang dan dapat uang fee dari hasil menjadi bandar judi tersebut.
Roby menang terus saat itu. Semua klub yang dia pasang, semuanya menang. Dia bisa mendapatkan uang tanpa harus mengeluarkan uang. Dia mengatur strategi dalam berjudi, dia mengatur dan memahami tiap klub. Tanpa harus kerja, dia bisa menghasilkan uang jutaan rupiah.
Jatuh semakin dalam
Pada tahun 1998, mulailah Roby mengalami kekalahan. Setiap klub yang dia yakini akan menang ternyata mengalami kekalahan. Apalagi sifat judi itu panas sehingga ketika menang kecil, ingin bertaruh yang lebih besar lagi agar dapat menang banyak. Total kekalahan Roby saat itu mencapai Rp 50 juta. Saat itulah kejatuhan Roby dimulai. Semua orang yang menang mulai menagihnya.
“Saya masih sekolah waktu itu. Ada beberapa bandar yang memang memakai jasa preman, karena memang bisnis kepercayaan tanpa ada bukti.” Jadi tidak ada bukti yang cukup untuk menangkapnya. Roby seringkali lari dari preman-preman tersebut. Namun preman-preman tersebut juga mendatangi rumahnya dan mengancam keluarganya, menyuruh orangtuanya untuk membayar utangnya. Jeratan hutang judi terasa sangat kuat. Tidak ada harapan bagi Roby untuk keluar dari masalah yang dia ciptakan sendiri.
“Saya sudah depresi saat itu. Saya tidak tahu lagi bagaimana cara untuk mengatasi hal tersebut. Saya mempunyai dua pilihan saat itu. Apakah saya harus menyerahkan diri saya ke polisi ataukah saya bunuh diri.”
Ketika Roby memilih hendak bunuh diri dengan meminum racun serangga, lagi-lagi ada sebuah suara yang mengatakan, “Jangan…” Suara itu sangat jelas sekali dan sampai membuat Roby menangis saat itu. Roby mulai berpikir, pasti ada jalan keluar. Untuk kedua kalinya, Roby batal bunuh diri karena suara tersebut.
Burung Di Udara Pun Dipelihara Tuhan
Suatu hari, karena keterpaksaan membawa Roby mengikuti sebuah ibadah. Dia mengikuti ibadah tersebut demi mendapatkan nilai dalam bidang agama. Pada saat pendeta sudah mulai berkotbah, di situ Roby tercengang. Kok semua yang dikatakan itu mirip dengan semua yang dia alami selama ini, begitu pikirnya.
“Saya tidak tahu kenapa pada saat dia berkotbah, tiba-tiba air mata saya tidak mau berhenti. Ini kenapa? Ini kenapa? Hati saya benar-benar tersentuh waktu itu. Saat itu saya menanyakan kepada diri saya, apakah ini yang Tuhan mau dalam hidup saya? Apakah Tuhan mau mengampuni saya yang rendah ini?”
Sepulang dari tempat ibadah, dengan rendah hati Roby meminta maaf kepada kedua orangtuanya dan mulai berkomitmen untuk melunasi semua hutang-hutangnya. “Saya akui semua di hadapan kedua orangtua saya. Saya berjanji tidak akan melakukan itu lagi. Kalau saya sampai melakukan hal itu lagi, saya serahkan kepada orangtua saya, terserah mereka mau apain saya.”
Roby memulai bisnis kecil-kecilan untuk mengumpulkan uang melunasi hutang-hutangnya. Dia mendatangi semua orang yang dia hutangi. Ada yang baik hati, ada yang bilang tidak usah bayar. Ada yang memberikan keringanan. Roby dan keluarga menanggung semua hutang itu dengan dicicil.
Setelah seluruh hutangnya lunas, Tuhan pun mulai membangkitkan perekonomian Roby dan keluarga. Kini, bersama keluarga yang terus mendukungnya, Roby berhasil di bidang percetakan advertising. “Kebaikan-Nya itu tidak bisa saya lukiskan. Kalau saya lihat kehidupan saya ke belakang, saya hanya bisa mengatakan bahwa itu semua hanya karena kebaikan Tuhan yang sangat luar biasa.” (Kisah ini ditayangkan dalam Solusi Life di O Channel pada tanggal 7 Juli 2010)

Sumber kesaksian :
Roby Handoko

Tuhan Yesus Bebaskanku Dari Kuasa Gelap

Di usia 17 tahun, Amos sudah sangat bergairah untuk mendalami ilmu kebatinan yang menyimpan sebuah misteri keajaiban. Kehebatan ilmu yang hanya menggunakan tenaga dalam dapat menaklukkan seseorang atau banyak orang menarik perhatiannya. Dengan ketekunan menghafal dan mendalami mantra-mantra, akhirnya ia pun berhasil membuktikan keampuhan dari mantra itu.
Ingin meraih ilmu yang lebih tinggi adalah hasratnya ketika itu. Jadi, ketika sebuah ilmu silat yang aneh diperlihatkan guru silatnya, hati Amos pun bergejolak hebat. Ia sangat ingin menguasai ilmu tersebut. Hanya dalam waktu hitungan minggu, ilmu itupun dapat ia pelajari.
Hari demi hari ilmu yang dimiliki Amos semakin tinggi. Bahkan ia mulai mencoba menurunkan ilmunya kepada orang lain. “Ilmu kebatinan kalau semakin digunakan semakin tajam. Terus saya latih sendiri. mulai ada orang-orang yang mau seperti itu lalu saya coba. Mereka berhasil melakukan apa yang saya lakukan,” ujarnya.
Setelah berhasil menurunkan ilmunya, Amos pun mulai piawai memanggil roh-roh kegelapan untuk memberikan wejangan kepada murid-muridnya. Dan sebuah kejadian yang mendebarkan pun terjadi. Ritual yang dilakukannya, membuat ia kerasukan beberapa roh jahat. Tubuhnya bereaksi dengan hebat menyerupai roh jahat tersebut.
Kekuatan roh gaib mulai merasuki kehidupan Amos. Kemampuan supra naturalnya pun juga mulai diketahui orang-orang sekampungnya. Ritual demi ritual yang ia lakukan membuatnya semakin percaya diri.
Suatu waktu, ada orang kehilangan barang datang kepadanya. Orang tersebut meminta kepadanya agar bisa menemukan kembali barangnya. Lewat peralatan yang sederhana berupa kertas hitam karbon, buku tipis, dan air, Amos dapat menemukan dan memperlihatkan kepada kliennya siapakah orang yang telah mencuri barangnya. Disitulah, orang mulai mengenal namanya.
Dalam waktu yang singkat, Amos dikenal sebagai orang yang sakti mandraguna. Ayahnya sendiri pun berdecak kagum melihat kemampuan Amos.
Kehidupan Semasa Kecil
Sejak kecil, Amos tak pernah luput bayang-bayang kegarangan sang ayah. Pukulan, ludah, kata-kata kasar menjadi makanan sehari-harinya ketika itu. 
Sikap kasar sang ayah tak hanya dirasakan oleh Amos, ibu yang amat yang ia sayangi itu pun tak luput dari keberingasan ayahnya. Melihat hal itu, Amos benar-benar terpukul. Beberapa hari kemudian, Amos mengalami sebuah peristiwa yang sangat mengerikan dimana ibu yang dicintainya mati gantung diri.
Dendam terhadap sang ayah mulai merasuki hati Amos. Kematian sang ibu dianggapnya adalah kesalahan dari ayahnya.
Selepas kepergian sang ibu, kepercayaan diri Amos mulai hancur. Berbagai cara dilakukannya agar bisa membangkitkan kepercayaan dirinya, tetapi semua itu sia-sia. Barulah beberapa tahun kemudian setelah ia mempelajari ilmu kebatinan, kepercayaan dirinya bangkit kembali. Ia pun tidak perlu takut lagi melihat atau menatap orang lain. Bukan hanya itu, pembalasan dendam kepada sang ayah pun tinggal menunggu waktu saja.
Keanehan Saat Memiliki Ilmu Tinggi 
Sebagai orang pintar yang tiada tandingannya, Amos mulai merasakan banyak keganjilan. Pada suatu hari, ketika ia sedang tidur, badannya tiba-tiba merasa sesak seperti ada yang menindih. Semakin ia melawan, semakin kuat tekanan yang ia rasakan. Namun, beberapa puluh menit kemudian ia dapat terlepas dengan sendirinya. Hal ini tidak hanya terjadi sekali, tetapi seringkali ia rasakan.
Seorang teman yang mengetahui kejadian yang Amos alami, menasihatinya untuk mengambil puasa dan ia pun melakukannya. Benar, seiring berjalannya waktu, perasaan-perasaan yang tidak tenang itu pun mulai lenyap.
Pertemuan Dengan Tuhan Yesus
Kemampuan ilmu batin Amos teruji saat ia bertemu dengan Melly Yohana, seorang gadis Kristiani yang disukainya. Penolakkan yang dilakukan Melly memaksanya untuk memakai ilmu yang selama bertahun-tahun ia pelajari. Kata-kata mantra pun sering keluar dari mulut Amos agar bisa menarik hati gadisnya tersebut, tetapi sepertinya hal itu tidak pernah mempan. Meskipun begitu, ia tidak pernah menyerah.
Berjalannya waktu, Amos dan Melly pun akhirnya mulai dekat. Untuk membuktikan keseriusannya, Amos nekat mengikuti sebuah bimbingan rohani. “Ya, ikutin aja. Pas pengajarnya menjelaskan suatu pelajaran, saya selalu membantah apa yang ia ucapkan. Hanya saja, ada satu pengalaman yang tidak akan bisa saya lupakan ketika mengikuti acara itu. Disitu saya merasakan damai sejahtera yang saya cari-cari,”
Waktu Amos didoakan, hatinya yang keras akhirnya luluh juga. Ia pun dapat memanggil nama Yesus yang sebelumnya begitu sulit ia ucapkan. Hanya saat itu ia belum seratus persen menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat. Ia masih bimbang dengan keputusannya untuk menjadi seorang Kristiani yang sejati.
Di saat hatinya bimbang itulah tiba-tiba sebuah kekuatan supra natural yang dahsyat menghampirinya. Allah dalam wujud terang menghampirinya dan sekejap keraguannya pun hilang. Ia pun memutuskan untuk melepaskan segala ikatan-ikatan dengan roh jahat dan ilmu kebatinan. Namun, hal itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Dilepaskan Dari Roh-roh Jahat
Roh-roh jahat yang selama ini tinggal dan memberikan kekuatan kepada Amos mendatanginya dan mengganggu kehidupannya. Serangan demi serangan dari roh-roh jahat itu selalu ia terima, tetapi sebuah kekuatan yang maha dahsyat selalu dapat melindungi hidupnya.
Akhirnya, setelah satu tahun berlalu, Amos benar-benar bebas dari kuasa kegelapan. Kemudian, ia menikah dengan sang pujaan hati. Hubungannya dengan ayahnya kini berubah menjadi harmonis.
“Tuhan Yesuslah yang memberi saya damai sukacita, yang menguatkan saat lemah. Itu luar biasa, gak ada seorangpun yang bisa menggantikan-Nya,” ujar Amos menutup kesaksiannya ketika itu.  
(Kisah ini ditayangkan 8 Juli 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel).
Sumber Kesaksian:
Amos Wahyudi

Selasa, 06 Juli 2010

Bebas Dari Perjanjian Darah Dengan Iblis

Siksaan dan kekejaman sudah menjadi bagian dari kesehariannya sejak Tarunadjaya Lawoto masih kecil. Sang ayah yang seringkali tak berbelaskasihan menghajarnya telah menorehkan luka hati yang tak mudah disembuhkan.

"Saya sudah merasakan pukulan rotan, dan kepala sabuk atau ikat pinggang, bahkan saya juga pernah mengalami dicelupin papa di dalam drum yang diisi air, dan itu sangat-sangat membekas di hati saya. Saya bertanya-tanya "Mengapa papa saya sangat jahat?" Saya berusaha agar bisa cepat menyelesaikan sekolah dengan harapan dapat meneruskan kuliah di tempat lain dan saya bisa bebas."
Akhirnya hari yang dinanti-nantikan oleh Taruna pun tiba, ia melanjutkan kuliah di kota lain. Dan seperti burung yang lepas dari sangkar, Taruna menjadi tidak terkendali menikmati kebebasannya. Ia bahkan bergabung dengan sebuah kelompok gank yang selalu membuat keonaran. Hingga suatu hari, sebuah kelompok gank yang terkenal dengan kebrutalannya mulai mengancam  kelompok Taruna.
"Gank tersebut mulai melakukan tindakan-tindakan yang di luar dugaan. Banyak anak-anak yang perantau dipalak, dan yang kedua mereka mulai main benda tajam. Hal itu menyebabkan saya merasa sangat takut sekali. Saya berpikir, saya harus mencari sesuatu yang dapat membuat saya menjadi kuat sehingga saya bisa menjaga diri."
Tindakan brutal dari gank lain tersebut membuat Taruna dan teman-temannya benar-benar mati kutu. Ketakutan bercampur dendam dan amarah kian berkecamuk dalam batin Taruna. Dan demi harga diri dan keselamatan jiwanya, Taruna dan teman-temannya memutuskan pergi ke pedalaman untuk berburu ilmu hitam.
"Saya tidak memikirkan lagi apakah itu okultisme, atau apakah itu ilmu hitam, bagi saya, pokoknya saya ingin kuat. Saat itu saya disuruh melakukan sesuatu layaknya seekor binatang. Saya berada kira-kira berada 100 meter dari tempat dimana guru saya berada sambil menggigit suatu benda. Lalu seluruh tubuh saya dirajah dengan darah ayam, dan saya menuju tempat itu dengan merangkak. Saya tidak pikir panjang saat itu. Karena dalam hati saya, isinya hanya dendam dan ketakutan. Saya menjalani semua ritual yang ada, dan menganggap bahwa semua itu adalah sesuatu yang benar. Karena saya dengar sejak dari kecil, sepertinya okultisme itu tidak berbahaya. Saat itu seluruh tubuh saya  dibacok dengan golok, dan ternyata saya sudah kebal. Jadi setelah saya punya ilmu kebal itu, saya tidak takut sama orang, saya merasa hebat dan itulah yang mengakibatkan saya sambong."
Ilmu hitam telah menyatu dengan raga Taruna, kesombonganpun mulai merajai jiwanya.
"Salah satu kejadian adalah sewaktu saya di clurit. Harusnya sudah pasti sobek di dekat leher saya, tapi hal itu tidak terjadi."
Saat Taruna sudah mulai berumah tangga dan memiliki seorang istri, sesuatu terjadi dalam hidupnya.
"Saya punya niat ingin hidup baik. Dan okultisme yang pernah saya miliki, sudah saya tidak anggap ada lagi. Ritual yang dulu rutin saya lakukan sudah tidak saya jalankan lagi. Saya di bacok mempan, terluka juga. Kena beling, luka juga. Bahkan kena pisau, saya tetap luka. Tetapi akibatnya dan efek yang ditimbulkan dalam hidup saya ternyata besar. Sewaktu saya mencari ilmu itu, ada perjanjian yang saya buat, saya setuju untuk mengikuti aturan main kuasa kegelapan. Dan itu sebenarnya harga yang harus saya bayar. Tetapi bukan karena ditengah perjalanan saya tidak mau pakai ilmu itu lagi, lantas perjanjian yang dulu saya buat batal begitu saja."
Akibat perjanjiannya dengan kuasa gelap, kehidupan keluarganya mulai diganggu oleh hal-hal yang bersifat supranatural. Dalam mimpi, istrinya melihat ada roh-roh jahat yang mendatangi Taruna. Namun Taruna masih menyimpan rapat-rapat rahasia tentang keterlibatannya dengan kuasa gelap di masa lalu.
Hingga suatu hari, anak pertama Taruna lahir kedunia ini. Namun, hari-hari penuh kebahagiaan itu diisi oleh  tangisan sang buah hati yang tidak bisa dibuat tenang.
"Setelah saya pikir-pikir, saya ingat kalau saya masih pegang jimat saat itu. Lalu saya langsung barang-barang itu. Dan ketika saya membuang barang-barang itu, saya anggap semua sudah hilang dan saya tidak lagi terikat dengan kuasa gelap. Dan begitu saya buang, ternyata anak saya tidak menangis lagi."
Dalam sebuah kunjungan ke rumah seorang hamba Tuhan bersama istrinya, Tarunadjaya di tegor hamba Tuhan tersebut.
"Saya kaget begitu hamba Tuhan itu bicara pada saya, ‘Ta, kamu datang tidak sendiri. Saya jawab, ‘Saya sendiri, saya datang bersama istri saya.' Saya masih sombong saat itu. Hamba Tuhan itu berkata dengan tegas, ‘Tidak, saya melihat banyak kepala di belakang kamu.' Ternyata okultisme saya yang dulu, itu masih ada pada saya. Saya tahu apa yang dimaksudkan oleh hamba Tuhan tersebut, tapi saya berpura-pura tidak tahu."
Saat sang istri tahu bahwa Taruna pernah terlibat ilmu hitam, ia pun mengundang seorang teman untuk menolong Taruna agar lepas dari ikatan ilmu hitam tersebut. Namun ketika Taruna bertemu dengan orang tersebut, ia menunjukkan sikap tidak bersahabat.
"sewaktu saya didoakan, saya muntah. Saya merasa ada sesuatu yang lepas. Tapi hal itu tidak membuat sesuatu perubahan yang banyak bagi saya. Meskipun saya merasakan ada kasih, tapi saya tidak tahu kasih apa yang melanda hidup saya ini."
Mengetahui suaminya masih belum lepas sepenuhnya dari ilmu hitam, istri Taruna membawanya ke suatu ibadah. Saat Taruna maju ke depan untuk didoakan, sesuatu yang luar biasa terjadi.
"Hamba Tuhan itu mendoakan saya, dan saya hanya diam saja. Dalam hati saya berkata, ‘kamu bisa apa sih. Kamu orang tua ngga ada apa-apanya.' Saya doa, saya tunduk dan saya tahan. Beberapa menit dia mendoakan saya, saya pandang dia, saya tunduk lagi dan saya tahan. Tetapi saya merasa ada arus panas yang masuk ditubuh saya. Saya bertanya, ‘ada apa?' ternyata saat saya membuka mata saya lihat seluruh panitia sudah mendoakan saya. Saya tahan dan memejamkan mata, saya pengen tahu seperti apa sih ini. Saya merasa badan saya panas. Dan saya melihat banyak kepala bersayap dibelakang panitia yang saat itu sedang memuji Tuhan. Dan saya muntah darah disitu. Saya berguling-guling dan merasakan sakit di ulu hati. Saya ingat dulu saya menelan sesuatu berupa botol, dan apakah saat itu dlam alam roh itu keluar atau tidak, tapi yang keluar dari diri saya saat itu adalah darah. Kemudian saya melihat suatu jubah putih, yang berbias sinar keemasan, dan saya melihat sebuah tangan yang terulur dan menyuruh saya naik. Dan saya tahu itu adalah Yesus."
Ternyata apa yang dilakukan oleh Taruna di masa lalunya adalah sebuah perjanjian darah dengan iblis tanpa pernah tahu akibatnya akan berdapak buruk bagi hidupnya. Hari itu, Taruna menyadari bahwa Tuhanlah satu-satunya pribadi yang sanggup menyelamatkannya. Menyadari hidupnya telah diselamatkan, Taruna pun mulai mengikuti beberapa kali ibadah dan secara berangsur-angsur ia pun dibebaskan dari ilmu hitam secara total. Kini Taruna bisa menapaki kehidupan yang lebih bahagia bersama keluarganya.
"Tuhan yang menyelamatkan hidup saya, sehingga saya bisa sampai saat ini ada, semua itu karena anugrah dan belas kasihan dari Tuhan," demikian Tarunadjaya mengakhiri kesaksiannya. (Kisah ini ditayangkan pada 24 Juni 2010 dalam acara Solusi Life di O Channel).

Sumber Kesaksian :
Tarunadjaya Lawoto