Syanni adalah seorang
wanita berusia 23
tahun yang bekerja
sebagai operator
telepon di sebuah
perusahaan. Sore itu
tanggal 25 Juni 1987,
Syanni pulang bersama
teman-teman
kantornya dengan
menggunakan
kendaraan karyawan.
Namun, di dalam
perjalanan tiba-tiba
mobil yang
ditumpanginya dan
teman-temannya
menabrak sebuah truk.
Sejak itu, kehidupan
Syanni berubah.
"Pada kecelakaan itu,
empat orang meninggal
dunia, tiga orang geger
otak, dua orang patah
tulang, dan saya
mengalami benturan
yang hebat di bagian
wajah."
"Semua itu terjadi
begitu cepat, tiba-tiba
mobil berguling-guling
beberapa kali. Tiba-tiba
saya merasakan
benturan yang teramat
hebat menghantam
bagian wajah saya.
Saya berteriak.
Benturan itu membuat
bagian wajah saya
teramat sangat sakit.
Saat itu juga saya tidak
bisa melihat apa-apa,"
Syanni lalu dibawa ke
rumah sakit dan
langsung mendapat
penanganan dari dokter.
Setelah sembilan hari
dirawat, Syanni
mendapat tindakan
operasi selama 7 jam.
"Pada saat saya sadar,
saya mau berbicara,
tetapi tidak keluar
suara dan suster
mengatakan kepada
saya, 'saya tidak bisa
bicara karena leher saya
dipasang alat untuk
bernafas. Saya mulai
memegang wajah saya.
Saya kaget karena
sampai di pipi, mengapa
bisa sebesar ini? Saya
rasa muka saya seperti
monster gitu. Saya
terus coba pegang lagi
ke hidung, ternyata
hidung saya rata. Terus
saya pegang lagi ke
mulut saya, bibir saya
terbuka karena kawat-
kawat di dalamnya.
Sampai tiga bagian itu
saja, saya menangis
dalam hati. Pedih
rasanya mengetahui
kecelakaan itu telah
membuat keadaan
wajah saya cacat. Saya
pun berdoa kepada
Tuhan, 'Tuhan, berikan
saya kekuatan'"
Kurang lebih satu bulan
lamanya, Syanni
dirawat di rumah sakit.
Lalu Syanni diizinkan
pulang oleh dokter.
"Saat ibu saya membeli
obat, saya tinggal
sendiri, adik-adik
sekolah, pembantu di
belakang, saya kepingin
ke toilet. Lalu karena
saya merasa tahu letak
toilet di rumah saya itu
dimana, saya pun
memberanikan diri
berjalan ke luar kamar
seorang diri. Saat saya
berjalan ternyata badan
saya terbentur dinding.
Di saat itulah saya
sadar bahwa saya buta.
Terus saya menangis,
'Tuhan, ternyata saya
buta, saya buta' Lalu
saya pun
membenturkan kepala
saya ke dinding. Setelah
puas membenturkan
kepala saya ke dinding,
saya pun berjalan
berbalik ke kamar saya.
Baru beberapa langkah
berjalan, badan saya
lemas dan akhirnya
saya pun terjatuh.
Sambil meratapi
kesedihan, saya
berkata kepada Tuhan,
'Tuhan, jika Engkau
mengasihi saya maka
segera ambillah nyawa
saya sekarang juga.
Saya kepingin mati
Tuhan'
"Sebelum kecelakaan
itu saya sangat mandiri.
Semuanya, saya pergi
kemana saya selalu
kerjakan seorang diri.
Saya senang melakukan
sendiri dan tidak pernah
mau bergantung
kepada orang lain.
Penuh dengan cita-cita,
dengan harapan,
dengan semangat,
dengan segala macam
rencana. Karir yang saya
sedang saya rintis.
Semua tantangan buat
saya. Umur 23 tahun
adalah semangat untuk
saya. Tetapi, tiba-tiba
semuanya hilang, gelap
segelap yang saya
pandang"
Syanni sudah
melakukan beberapa
operasi, namun
matanya tetap tidak
bisa melihat. Syanni
memutuskan untuk
tidak ke dokter lagi
karena dokter sudah
angkat tangan. "Tiap
malam saya tidur, saya
sudah melipat tangan
saya. Saya sudah
membayangkan orang
yang mati di dalam peti.
kematian itu sesuatu
yang indah sekali buat
saya. Saya bisa terlepas
dari semua siksaan ini.
Satu malam, dua
malam, hampir satu
minggu saya seperti itu,
tidak ada perubahan.
Saya tidak mati-mati"
Di dalam kelelahannya,
tiba-tiba Syanni teringat
akan perkataan yang
pernah diucapkannya.
"Saya teringat sama
janji pertama kali sama
Tuhan Yesus, saya
terima semuanya ini.
Saya tahu Tuhan punya
rencana, Tuhan mau
pakai apa saja di dalam
rencana Tuhan.
Walaupun keadaan
seperti ini, saya terima.
Jadi saya sudah tidak
mau mendikte Tuhan
lagi"
Beberapa bulan
kemudian, atasan dari
tempat kerjanya dulu
memanggil Syanni
datang ke kantornya.
"Ia mengajak saya
untuk bekerja kembali.
Apakah saya bersedia?'
Saya tanya, 'pekerjaan
apa yang bisa dilakukan
oleh seorang buta
seperti saya?' Lalu Ia
pun bercerita, 'operator
kami di Basel, Swiss, dia
adalah orang buta dan
dia bisa menjadi
operator telepon yang
baik. Jadi, kamu bisa
juga seperti dia. Lalu
saya pikir lagi, 'Kalau
boss saya yang orang
lain aja begitu yakin
dengan saya, kenapa
saya yang punya badan
tidak yakin.' Akhirnya
tawaran itu pun saya
terima. Ia pun
melanjutkan
perkatannya, 'Saya
tidak minta kamu full
time disini. Kalau badan
kamu capek, kamu bisa
pulang'. Kalau bukan
Tuhan yang melakukan
ini, lalu siapa? Saya ini
siapa, hanya seorang
karyawan kecil di
perusahaannya"
Akhirnya Syanni bekerja
sebagai operator
telepon. Syanni bekerja
melayani 15 line telepon
dan 250 ekstension
untuk sambungan lokal
dan internasional. Pada
tahun 1992, Syanni
mendapat juara III
karena bekerja sebagai
operator telepon yang
bisa berbahasa Inggris
dalam sebuah
pertandingan
ketrampilan
penyandangcacat Asia
Pasifik di Hongkong.
Bahkan ia memberikan
seminar 'How to be
good operator' di
berbagai perusahaan.
"Dulu saya berpikir
kebutaan itu adalah
akhir segalanya. Tuhan
mengubah kebutaan itu
mengubahnya dari yang
tidak berarti menjadi
malah mempunyai arti
di dalam kehidupan ini"
Pada tahun 1999,
Syanni menikah dengan
seorang pria bernama
Deddy Utomo dan
memiliki seorang anak
laki-laki. Dan pada tahun
2005, Syanni
mengundurkan diri dari
tempat pekerjaannya
dan membuka bisnis
sendiri dalam bidang
suplai barang-barang
kebutuhan perusahaan.
"Jadi campur tangan
Tuhan membuat yang
tadinya itu pahit
menjadi indah dan indah
pada waktunya," ujar
Syanni menutup
kesaksiannya kali ini.
(Kisah ini ditayangkan
30 Agustus 2010 dalam
acara Solusi life di
O'Channel).
Sumber Kesaksian:
Syanni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar