Suara pembantu saya berteriak-teriak waktu menelepon saya, tapi tidak jelas apa yang dikatakannya. Saat itu, hati saya sudah merasa tidak tenang. Buat apa dia menelepon saya, apakah ada sesuatu yang terjadi? Yang saya dengar adalah dia menyebut nama anak saya, Azarya.
Setelah dia menelepon kembali, barulah saya tahu cerita yang sesungguhnya. Anak saya, Azarya, jatuh dari lantai lima, tempat tinggal saya sekarang. Saat itu saya tidak mau menerima kenyataan, tubuh saya terasa lemas semua. Saya beranggapan kejadian itu tidak sesungguhnya terjadi.
Namun mau tak mau saya mulai menyadari bahwa itulah yang sesungguhnya terjadi. Kalau tidak, buat apa pembantu saya menelepon dan panik seperti itu waktu menceritakannya kepada saya? Akhirnya, saya dan seorang teman saya meluncur ke rumah sakit dengan menggunakan taksi.
Di dalam taksi itu, perasaan saya sangat tidak karuan. Saya tidak tahu lagi harus berdoa apa. Saya hanya bisa bertanya-tanya, bagaimana keadaan anak saya? Apakah dia masih hidup? Kok bisa ini terjadi ya? Dan saya juga mulai menyalahkan diri sendiri.
Saya tidak bisa membayangkan kalau sampai anak saya mati. Saya terus bertanya-tanya, "Aduh mati nggak ya?" Karena kan bisa saja saat dalam perjalanan ke rumah sakit dia meninggal. Saya sangat takut dia mati.
Terus, saat itu saya cuma bisa berdoa, "Dalam nama Tuhan Yesus, saya tolak roh maut, saya tolak roh maut." Jadi itu doa saya sepanjang perjalanan. Saya cuma berharap dia jangan mati. Saya benar-benar tidak bisa membayangkan kalau anak saya sampai mati.
Sesampainya di rumah sakit, saya lebih deg-degan lagi. Karena itulah saatnya saya harus menghadapi kenyataan. "Doa saya dijawab nggak?" itulah pertanyaan saya. Saya belum berani masuk UGD, karena saya takut sekali sama darah, saya takut banget.
Akhirnya saya memberanikan diri masuk ke UGD dan melihat kondisi anak saya. Tubuhnya digelimangi oleh darah dan luka. Tangannya patah dan wajahnya penuh dengan luka. Azarya ternyata sadar dan tahu pada saat itu saya ada di sampingnya. Dia bertanya kepada saya sambil menangis, "Mama kemana aja sih?". Dan di situlah, saya benar-benar mengucap syukur.
Bukan hanya anak saya hidup, dia juga normal. Matanya, reaksinya, semuanya normal. Itu juga merupakan bonus yang diberikan oleh Tuhan buat saya. Anak saya dirontgen dan mengalami geger otak ringan. Saya beserta suami mengijinkan dokter untuk mengoperasi Azarya yang mengalami patah tulang.
Bagi saya, ketika Azarya jatuh dua kali, dari lantai lima ke lantai dua dan dari lantai dua itu jatuh lagi ke bawah, tetap buat saya tangan Tuhan yang menatang dia. Setelah satu bulan kemudian menjalani perawatan, Azarya sembuh total.
Azarya pun menceritakan kejadian bagaimana dia bisa jatuh dari lantai lima. "Kan aku lagi tidur, waktu itu mbaknya (pembantu, red) sedang ada di lantai satu. Waktu aku bangun, aku cari-cari mbaknya nggak ada. Aku buka pintu, tapi pintu terkunci. Akhirnya kucari di kamar besar dan di kamar kecil tapi mbak tetap nggak ada." Azarya mulai berkisah.
"Terus aku pengen keluar jadi aku buka jendela. Aku pegangan sama jendela tapi malah jatuh. Terus aku lompat, aku terjun lagi, terus aku jatuh (ke lantai bawah dekat playground)." Dia mengakhiri kisahnya.
Kejadian jatuhnya Azarya itu bagi kami bukan musibah tapi mukjizat. Tuhan kan memberikan anak-anak untuk menjadi berkat bagi kami. Kami ingat kejadian Azarya itu, tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Anak kami saja Tuhan jaga, pasti Tuhan melakukan hal-hal yang terbaik di bidang kehidupan kami yang lainnya. (Kisah ini ditayangkan dalam acara Solusi Life di O Channel pada tanggal 8 Juni 2010)
Sumber Kesaksian :
Dila Kana
--
BLESSING FAMILY CENTRE SURABAYA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar