Terbuai dalam gairah
asmara bersama
pacarnya. Fijanti seakan
lupa segalanya, ia pun
harus menanggung
akibat dari
perbuatannya itu.
"Saya terus melakukan
hubungan seks di luar
nikah dengan pacar
saya, sampai akhirnya
saya hamil."
Mengetahui kalau
dirinya hamil, Janti
merasa belum siap
akhirnya mereka
mengambil jalan pintas,
aborsi. Namun hal itu
terjadi hingga tiga kali.
Tanpa rasa menyesal
sedikit pun, Janti terus
larut dalam dunianya.
Dia rela melakukan apa
saja demi sang pacar.
Namun setelah menikah
Janti harus menerima
kenyataan pahit. Sang
suami yang menjadi
tumpuan harapan
ternyata pemalas, tidak
mau kuliah apa lagi
bekerja. Tidak hanya
itu, ternyata sikap sang
suami berubah drastis,
sikap manis di masa
pacaran kini berganti
sikap kasar dan ringan
tangan.
"Saya amat sangat
menyesal kenapa saya
menikah dengannya."
Yang lebih menyakitkan,
setelah suaminya
berhasil menyelesaikan
kuliahnya, dirinya
dibuang. Sebuah surat
cerai tiba ditangannya
tanpa alasan yang jelas.
Keputusasaan melanda
Fijanti, dimatanya
kematian lebih indah
dari kehidupan ini.
"Saya mengambil kursi
kecil dan saya ambil
dasi suami saya trus
saya gantung diri saya.
Lebih baik saya mati
saja, kalau mati selesai.
Tidak ada lagi gunanya
saya hidup."
Namun saat ia hendak
bunuh diri, terbayang
wajah sang ayah yang
sangat mengasihinya.
Fijanti pun akhirnya
mengurungkan niatnya
untuk bunuh diri.
Tidak bisa terima
dengan tindakan
suaminya, Fijanti
mengambil jalan pintas
untuk membawa sang
suami kembali
kepelukannya, ia pergi
ke dukun. Namun sang
dukun yang diharapkan
dapat menolongnya
malah menodai
kehormatannya berkali-
kali.
Untuk melupakan
kesedihannya, Janti pun
membiarkan dirinya
terperosok dalam dunia
malam dan mabuk-
mabukan. Sampai suatu
ketika dia mengalami
sesuatu yang tidak
pernah dia duga. Setiap
kali datang bulan, Janti
mengalami sakit perut
dan pendarahan yang
hebat. Dokter
memvonis adanya kista
dan harus segera
melakukan operasi
karena rahim dan
indung telurnya
mengalami
pembengkakan.
Saat menjalani operasi
dan perawatan itu sang
mama mendampinginya
dengan setia. Fijanti
yang sejak kecil
kepahitan dengan sang
mama saat itu
menyadari bahwa ia
selama ini telah salah
memahami mamanya.
Disanalah ia
melepaskan
pengampunan atas
mamanya dan
hubungannya dipulihkan.
Setelah operasi, Fijanti
yang berada di ruang
pemulihan mengalami
sesuatu yang aneh.
"Diruang pemulihan
itulah saya mulai
merasa badan saya
tidak enak dan panas.
Saya luar biasa takut,
namun di dalam
ketakutan itulah saya
ingat Yesus. Saya
bilang, 'Tuhan Yesus
jika engkau sudah
memilih aku ,
sembuhkan aku ."
Begitu ia memanjatkan
doa itu, Fijanti melihat
seberkas cahaya dan ia
merasakan damai
sejahtera, nyaman dan
rasa sakit tidak lagi ia
rasakan. Ia yakin
bahwa dirinya akan
segera sembuh.
Hari demi hari kondisi
Janti pun semakin
membaik, ia pun
berkomitmen untuk
berubah. Bahkan dalam
sebuah ibadah, ia
mengalami kembali
jamahan Tuhan.
"Lagunya itu berjudul
'Bukan Dengan Barang
Yang Fana', waktu
nyanyi lagu itu tiba-tiba
saya tersentuh oleh
Roh Kudus. Saya
menangis, hidup saya
selama ini sia-sia dan
tidak ada artinya. Kalau
ada Tuhan Yesus pasti
hidup saya berarti, saya
bertobat meminta
pengampunan Tuhan. Di
situ saya benar-benar
bertobat, saya lupakan
semua masa lalu saya ,
saya berjanji mulai hari
ini saya akan taat setia
jadi anak Tuhan."
Janti akhirnya
menemukan
kebahagiaan yang
selama ini dia cari.
Hatinya yang dulu
terluka kini sudah
Tuhan pulihkan. Hilang
sudah kebencian yang
ada dalam hati Janti
baik kepada suami
maupun kepada sang
mama.
"Saya selama ini tidak
pernah mendapatkan
kebahagiaan dalam
hidup saya, saya selalu
mencari dan mencari
tapi begitu saya sebut
Tuhan Yesus rasanya
ada damai sejahtera.
Begitu kasihnya Tuhan
Yesus begitu banyak
dosa saya walaupun
merah semerah kirmisi
Tuhan mengubahnya
menjadi putih seputih
salju." (Kisah ini sudah
ditayangkan 11
Oktober 2010 dalam
acara Solusi Life di
O'Chanel).
Sumber kesaksian:
Fijanti Sudiman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar