Selasa, 06 Juli 2010

Benda-benda Keramat Menghancurkan Keluargaku.

Berawal dari kecintaan Junaedi Lehan pada ilmu kanuragan membuat  ia semakin merasa  layaknya seorang jawara. Berbagai ilmu kanuragan telah ia pelajari dengan  macam cara.

Setelah merasa mampu memiliki semuanya , ia beralih kepada benda-benda keramat atau benda-benda pusaka. Dan dari benda -benda tersebut akan muncul kekuatan yang maha dahsyat melebihi segala ilmu  atau kekuatan yang ada di muka bumi. Keinginannya yang begitu kuat membuat ia lupa akan segalanya, termasuk kepada keluarganya sendiri. Maka mulailah ia berburu  benda-benda tesebut sampai ke berbagai daerah. Satu-persatu ia mendapatkan benda-benda keramat dengan perjuangan yang tidak gampang.

Saya harus melakukan ritual-ritualnya yang dalam bahasa jawa di sebut  Longo Tolo, terus harus ada buah, kembang dan sebagainya, setelah itu saya harus mandi di Tempuran selama 7 malam. Dalam perjalanan menuju Tempuran saya harus telanjang, sesampainya di Tempuran ada banyak sekali suara-suara setan seperti orang main drum band.
Setelah melakukan ritual 7 malam di Tempuran ada kekuatan yang luar bisa  pada tubuh saya. Kekuatan tersebut membuat saya menjadi lebih kuat dan percaya diri.
Demi meningkatkan kemajuan dan kejayaan bisnisnya, pada suatu hari tengah malam, Lehan  ingin mengambil sebuah benda pusaka yang ada di tengah laut di pantai Congot. Menurutnya, "Tidak ada satu manusia pun pada tengah malam itu di tengah laut. Tiba-tiba benda pusaka berupa pedang panjang itu muncul dari dasar laut  dan saya pegang  pedang itu menyala, ia merasa pada saat itu sebagai orang yang sangat hebat."
Kecintaan Lehan pada benda-benda pusaka semakin membuatnya lupa kepada anak dan istrinya. Menurut Anna, Istri  leha, "Memang suami saya memiliki banyak benda-benda pusaka atau  benda-benda keramat yang mempunyai kekuatan gaib. Dari pengaruh benda-benda itu juga, kami sering bertengkar hebat dan dengan kasar ia pernah mengusir saya dari rumah, dan ini membuat saya sakit hati hingga rasanya ingin bebas lari dari rumah meninggalkannya."
Hal senada juga di katakan oleh Nabila, Putri Lehan, "Papi itu kasar banget orangnya, dan sering bertengkar dengan mama. Semua harta  yang ada pada keluarga ini habis hanya untuk mendapatkan benda-benda pusaka tersebut."
"Suatu saat hati saya hancur karena untuk membeli  semangkok baso saja, saya tidak punya uang," tambah Nabila.
Peristiwa-peristiwa ini membuat Lehan menjadi sadar bahwa semua benda-benda pusaka  yang ia miliki ternyata tidak berguna dan tidak membawa kebahagiaan.
Lehan merasa terusik nuraninya atas keadaan keluarganya, dan setiap malam ia mulai duduk merenung, kadang ia mulai berdoa kepada Tuhan, tetapi  ia tidak tahu Tuhannya yang mana. Hingga suatu hari ada seorang sahabat lamanya berkunjung  ke rumahnya.Sahabat  ini  tiba - tiba saja muncul  tanpa  ada janjian, tanpa  di undang, bahkan tanpa ada kabar sebelumnya .
Setelah ngobrol, ia langsung menantang saya,Katanya," Berani enga melepaskan semuanya. Melepaskan semua benda-benda pusaka  .
Wah ini benar-benar membuat saya  terkejut
Lehan bimbang, ia di hadapkan pada suatu keputusan yang sulit dimana ia harus melepaskan semua jimat-jimat dan benda yang selama ini menjadi kekuatannya.
Tetapi pada akhirnya ia menggambil langkah yang berani dalam hidupnya. Ia dengan berani membakar semua benda-benda pusaka yang ia miliki pada malam itu juga. Lehan benar-benar bersungguh hati ingin lepas dari  cengkaraman  para setan yang ada di dalam benda-benda pusaka itu.
"Sejak hari  itu saya dipulihkan, ujar lehan.
Sejak saat itu ia melepaskan semua  benda-beda yang ada pada dirinya dan ada suatu perubahan dalam dirinya dan keluarganya. Ia mulai melakukan pemberesan dengan istri dan anaknya.
Menurut Anna, suaminya  benar-benar menjadi seorang bapak dalam keluarga, dan juga menjadi seorang imam dan bapak yang bertanggung jawab kepada anak-anaknya.
Saya merasakan kasihNya luar biasa,  tidak ada pilihan, Yesus itu Juru Selamat saya secara pribadi, Ujar Lehan. (Kisah ini ditayangkan 24 Juni 2010 dalam acara Solusi  Life di O'channel).

Sumber Kesaksian :
Junaedi Lehan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar