Jumat, 23 Juli 2010

Pemulihan Sang Anak Buangan (part 1)

Berasal dari keluarga yang
kurang mampu, sewaktu kecil
Komen harus menyaksikan
orang tuanya terpaksa
menyerahkan adiknya yang baru lahir untuk diasuh oleh bidan yang
menolong ibunya.
Komen mengingat masa lalunya yang pahit.
"Orang tua saya sangat susah. Mesti melaut dulu
baru dapat makanan. Kalau
tidak melaut ya tidak makan."
Suatu hari Komen
menyaksikan kejadian yang
membuat dirinya sangat terpukul. Sebagai anak 6
tahun yang masih polos, dia menyaksikan perselingkuhan
mamanya. Komen melihat mamanya tidur dengan pria
lain.
"Saat itu saya mau buang air
kecil. Letaknya (kamar mandi) itu kan di ruang tamu.
Kebetulan ada saudara, ga tau saudara darimana ......Ngapain mereka???
Adik saya, koko saya, mereka tidak ada yang tahu. Saya ga ngerti...."
Komen tidak mampu untuk
bertanya. Semuanya hanya
disimpan di dalam hati.
"Mama saya jahat. Kenapa mama saya berbuat seperti itu. Dan itu menimbulkan
trauma. Pikiran saya aneh-aneh jadinya".
Sejak kecil Komen tidak pernah merasakan kasih
sayang dari kedua orang tuanya. Bahkan ketika
mamanya meninggal, Komen
harus dipisahkan dari keluarganya. Ayahnya yang
merasa tidak mampu merawat
Komen, meminta pamannya
membawa Komen ke Jakarta.
Komen merasa mendapat
perlakuan yang berbeda.
"Kenapa kok saya .....yang dititip-titipin itu kok
saya???? Bukannya adik
saya yang perempuan atau
koko saya".
Tinggal bersama keluarga paman di Jakarta membuat
Komen harus menjalani
kehidupan yang keras.
Tahun demi tahun, hal yang lebih menyakitkan mulai datang. Tanpa
alasan yang jelas, sepupu-sepupunya sering memukuli Komen.
"Setiap paginya, saya harus mengepel. Itu sudah wajib harus saya
lakukan. Saya ngepel, baru saya main atau
pergi semir sepatu." "Saya
dipukul....itu biasa. Sering saya dapat."
Kalau malam, kakak sepupu
Komen dan teman-temannya
suka merokok. Supaya tidak
diketahui oleh orang tuanya,
mereka melakukannya di
atas plafon rumah jam 1 atau jam 2 malam. Kalau mereka kehabisan rokok, Komen
dibangunkan dengan paksa
oleh kokonya hanya untuk
membeli rokok.
"Saya benci mereka dan saya mau balas dendam
supaya mereka juga susah.
Kalau bisa ya sampai dia mati".
Komen hanya disekolahkan
sampai kelas 1 SD. Setelah putus sekolah, Komen
memutuskan untuk mencari
uang sendiri dengan menjadi
penyemir sepatu.
"Lihat orang tuh enak amat....Anak-anak seumuran
saya tuh enak mereka.
Mereka sekolah, apa yang mereka inginkan itu paling
tidak sudah ada. Sedangkan saya itu kok susah banget.
Uang hasil semir sepatupun kadang-kadang masih suka
diambilin sama mereka (kokonya) tanpa sepengetahuan saya. Saya tidak
tahu persisnya .....saya kan tidur jadi uang itu saya
sembunyiin tapi tiba-tiba uang itu sudah tidak ada".
Mendapat perlakuan yang
sewenang-wenang selama
bertahun-tahun membuat Komen tertekan. Bagi Komen, hidup bagaikan di
penjara. Di umur 11 tahun, Komenpun
memutuskan untuk bunuh diri.
"Saya tidak tahu saya ini nantinya mau jadi apa. Sama sekali tidak ada bayangan
untuk hidup saya. Waktu itu pokoknya ingin loncat dari gedung yang
sangat tinggi."
Tapi sebelum Komen meloncat, dia terbayang
dengan orang yang dia lihat
bunuh diri kemarin. Orang itu
loncat dari gedung dan dengan mata kepalanya sendiri dia melihat kepala
orang itu hancur dan meninggal dengan tragis.
"Tapi kenapa bunuh diri itu ga jadi.....saya ngeliat ada orang
ngeloncat juga, bunuh diri. Jadi ga jadi untuk bunuh
diri."
Di umur 15 tahun Komen bekerja di toko perhiasan.
Saat itulah pamannya justru
mengusirnya karena menganggap Komen sudah
dapat menghidupi dirinya sendiri. Dengan membawa
baju seadanya, Komen mendatangi tempat bossnya
dan akhirnya boss Komen menawarkan Komen untuk
tinggal disana.
"Saya di sana hanya jadi office boy. Yang beres-
beresin bangku, lap-lap kaca kalau kaca etalase itu
kotor, saya bersihin. Terus
kalau ada customer yang
mau bersihin perhiasannya,
itu biasanya saya yang kerjain. Kalau ada waktu
senggang, boss saya itu support saya. Dia mau
supaya saya juga bisa jadi perajin perhiasan".
Setelah mampu menghasilkan
uang, Komen terjerumus ke
dalam kehidupan malam. Judi dan pornografipun
dijelajahinya. Bahkan setelah
menikahpun, kebiasaan-
kebiasaan buruk itu tidak
ditinggalkannya. Namun akhirnya Komen mengalami
titik balik di dalam hidupnya sampai akhirnya dia
mengenal siapa itu Tuhan ketika seorang teman
mengajaknya untuk menghadiri sebuah kelas
bimbingan.
"Di pertemuan itu saya ambil komitmen mengenai seks.... ternyata itu dosa
katanya... Onani itu juga dosa... Akhirnya saya ambil komitmen saya mau coba
yang lebih bener aja."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar