Dari sejak SMP,
Anderson sudah
berhubungan intim
layaknya suami istri
dengan seorang wanita.
Waktu itu, mereka
berada di rumah si
wanita dan di sanalah
mereka melakukan
hubungan tersebut.
Hubungan itu sangat
berkesan di hati
Anderson, dia terus
mengingat wanita
tersebut dan juga
kejadian yang dialami
bersamanya. Di situ,
Anderson sudah mulai
ketagihan.
Anderson lalu bekerja di
Jakarta. Di Jakarta, dia
bekerja di sebuah
proyek yang
membuatnya banyak
uang. Di situlah kejadian
itu terulang lagi. Kali ini
dia melakukan
hubungan seks dengan
perempuan-perempuan
malam. "(Saat itu)
semacam ada
ketergantungan dengan
seks". Sepertinya seks
mendarah daging dalam
dirinya.
Anderson kemudian
menikah dengan
seorang wanita yang
dikenalnya, namun
kebiasaan buruk
Anderson tetap
dijalankannya. "Setelah
saya menikah dengan
dia, saya tinggalin di
kota. Saya punya
proyek ada di hutan.
Nah, di situ juga saya
mempunyai
kesempatan untuk
melakukan seks dengan
perempuan-perempuan
malam. "
Kegilaan Anderson
seperti tidak ada
habisnya. Anderson
memiliki wanita
simpanan di pedalaman
Kalimantan, bahkan dia
membiarkan cincin
pernikahan mereka
beralih ke jari wanita
tersebut. "Saya tahu
kalau istri saya itu
hamil. Tapi kalau di sana
itu, saya tidak ingat lagi.
Saya mabuk oleh
minuman dan kelap
kelip malam, saya
sudah tidak ingat lagi."
"Saya dengar pertama
kali satu dua kali saya
biarin, karena saya pikir
nggak mungkin.
Ketahuannya pas saya
sudah hamil tua." tutur
Lili, istri Anderson. Lili
menyadari bahwa cincin
pernikahan yang dia
kasih kepada Anderson
sudah tidak ada.
Anderson berkelit
dengan mengatakan
bahwa cincin itu sudah
dia berikan lagi kepada
Lili, tapi Lili tidak
percaya.
"Perasaan saya saat itu
sakit banget. Kok suami
saya seperti ini, main di
belakang saya dengan
wanita lain. Saya waktu
itu kesel banget, saya
pukul dia. Saya
ngomong kata-kata
kasar yang sangat
tidak sopan di telinga
saya sendiri. Saya ke
depannya bagaimana,
kalau suami saya
seperti ini saya sudah
tidak sanggup. " kisah
Lili selanjutnya.
Tidak tahan dengan
sikap suaminya, Lili
meminta suaminya
pindah dari Kalimantan,
meskipun dengan resiko
suaminya akan
kehilangan pekerjaan.
Akhirnya, mereka pun
pindah ke kampung
halaman. Ternyata di
kampung, Anderson
harus menghadapi
sesuatu yang di luar
dugaannya. "Saya
hadapi mbah-nya istri
saya yang saya tidak
kuat. Saya banyak
ditekan seperti keluar
mencari pekerjaan,
menghidupi istri dan
anak."
Anderson pun
memutuskan untuk
kembali ke Kalimantan
dan meninggalkan istri
serta anaknya yang
baru berusia 4 bulan.
Sejak saat itu, Lili tidak
tahu bagaimana
keadaan Anderson.
"Saya tunggu-tunggu,
sehari, dua hari,
berminggu-minggu,
akhirnya bulanan tetap
nggak ada kabar. Saya
cari kemana-mana
tetap nggak ada."
"Pada saat itu, saya
tidak kepikiran untuk
meninggalkan mereka.
Tapi setelah di luar,
saya biarkan saja
mereka. Saya mau
bersenang-senang,
melakukan sesuatu
sesuka hati saya. Rasa-
rasanya saya tidak
membutuhkan
mereka. "
Yang tersisa dalam diri
Lili saat itu adalah rasa
penderitaan yang harus
dia tanggung. "(Saya)
digunjingkan oleh setiap
tetangga. Setiap kali
pasti ada yang
berbicara tentang saya.
'Begitulah kalau dapat
orang proyek' atau
'Begitulah kalau hamil di
luar nikah', seperti itu"
lanjut Lili kemudian. Hal
ini membuat Lili sebisa
mungkin tidak keluar
rumah.
Sementara itu,
Anderson yang tinggal
di Batam waktu itu,
tetap mengikuti
gayanya yang penuh
hura-hura. Dia
bersenang-senang
bersama wanita malam
di klub-klub yang ada di
Batam. Malahan, dia
menjual wanita-wanita
itu kepada cukong di
Singapura dan Malaysia.
"Setiap kali saya dapat
perempuan yang mau
ke Malaysia, saya kirim
melalui cukong untuk
menjadi pekerja seksual
di Malaysia. Sebelum dia
ke Malaysia, perempuan
tersebut saya 'pake'
dulu gitu."
Lili, di lain tempat, terus
berusaha mencari
dimana keberadaan
suaminya dan berusaha
membuktikan kepada
tetangga-tetangga
bahwa suaminya pasti
akan kembali. "Prinsip
saya memang kalau
sudah menjadi suami
istri, tidak bisa
dipisahkan."
Selama setahun
pencarian, akhirnya Lili
dapat menemukan
dimana Anderson dan
menghubunginya.
Namun Lili menerima
perlakuan yang tidak
diduga olehnya. "Tahun
pertama saya
menghubungi dia ke
sana, nggak ada yang
mau terima, biarpun itu
dia langsung. Dia baru
bilang 'halo' aja aku
udah kenali dia. Saya
percaya itu dia. Saya
bilang, 'Pa, ini saya'. Dia
langsung bilang, 'Siapa
kamu? Saya nggak
kenal kamu'." Lili
mengisahkan telepon
yang dia lakukan ketika
itu bersama Anderson.
"Saya grogi waktu itu,
saya takut. Bahkan
saya matiin teleponnya,
saya tidak mau
berhubungan dengan
dia. Saya mau tinggalin,
saya punya sedikit
pikiran untuk ninggalin
dia." komentar
Anderson tentang
telepon itu. Meskipun,
setiap hari Lili
meneleponnya,
Anderson tetap cuek.
Padahal untuk bisa
menelepon, Lili harus
pergi ke kampung
tetangga yang letaknya
lumayan jauh dengan
mengayuh sepedanya.
Tanpa rasa bersalah,
Anderson terus
melakukan aktifitas
seksnya, sementara Lili
harus bertahan hidup
dengan anaknya. Jadi,
ketika anaknya berusia
18 bulan, Lili
memutuskan untuk
mencari nafkah untuk
menghidupi mereka
berdua dan
meninggalkan anaknya
di kampung.
"Waktu di Batam, saya
tidak pernah mengirim
duit kepada anak istri
saya. Jadi, saya habisin
duitnya dengan pesta
pora dengan
perempuan." kisah
Anderson kala itu. Lili
sendiri merasakan
tekanan yang begitu
berat untuk
meninggalkan anak
mereka, namun
keputusan sudah
diambil. Anaknya yang
masih kecil, tahu bahwa
itulah yang harus ibunya
lakukan, karena ulah
papanya, dia harus
merelakan ibunya pergi.
Akhirnya, Lili pun
berangkat ke Jakarta
dan Lili harus rela
terpisah dengan
anaknya.
"Memang tiap malam
pasti kebangun. Dan
anaknya pun nangis
terus. Setiap kali saya di
telepon, anak saya
nangis. Namun, saya
harus hadapi ini semua."
Penderitaan yang
diterimanya seakan
belum cukup, dia pun
harus tegar
meninggalkan anaknya
yang semata wayang.
"Saya memang berat
sekali. Saya sering
menangis. Saya kalau
lihat anak kecil dimana
aja, saya ikut menangis.
Saya pasti peluk dia,
anak siapapun dia dan
menangis. Saya merasa
bahwa saat itu saya
melihat anak saya yang
menangis. Dalam hati
saya, 'Kamu enak ada
mamamu di sini' ".
Setelah tiga tahun
berada di Batam,
Anderson kemudian ke
Jakarta untuk
mengambil tiket
pesawat karena ada
tawaran pekerjaan di
Manado. Dan secara
tidak sengaja, Lili
bertemu dengan
Anderson setelah
ditinggalkan. "Dia
singgah dulu ke saya
karena semua barang-
barangnya hilang."
"Tadinya nggak punya
rencana untuk bertemu
dengan istri saya gitu,
nggak ada. Saya nggak
punya perasaan pengen
ketemu dia gitu, sama
anak juga tidak.
Pengennya cuma ambil
baju." kata Anderson.
Kejadian tidak seperti
yang diharapkan Lili.
Anderson pun kembali
meninggalkan Lili.
Namun, kisah tak
terduga pun dialami oleh
Anderson. "Suatu
ketika, saya dihantam
eksavator, eksavator
yang buat gali-gali
tanah itu menghantam
saya dan membuat
saya terlempar hampir
sejauh lima meter.
Waktu itu, pas saya
pegang kepala saya,
saya hampir mati. Tapi
tidak ada darah, atau
apa gitu."
Setelah kejadian itu,
Anderson mendapat
cuti. "Mau nggak mau,
saya harus sama istri
saya." katanya tentang
hal itu. Selama satu
bulan sampai dua bulan
kemudian, Anderson
merasa bahwa
matanya gelap. Dia
terkadang tidak bisa
melihat. Mereka
akhirnya pergi ke
dokter. "Dokter
memvonis saya bahwa
mata saya tidak bisa
lagi diobati. Waktu itu
memang saya kaget,
saya tidak bisa
menerima mata saya
seperti ini. Bagaimana
dengan anak dan istri
saya kalau kedua mata
saya tidak bisa melihat
lagi. Istri saya rasa-
rasanya juga tidak mau
menerima."
Anderson pun akhirnya
pasrah menerima
kenyataan, jika kedua
matanya tidak bisa
berfungsi lagi. "Suatu
ketika, dengan keadaan
saya seperti ini,
sungguh-sungguh saya
tidak bisa apa-apa lagi,
mau nggak mau saya
harus mencari Tuhan.
Dan suatu ketika saya
dijamah Tuhan gitu. Dan
saya melihat Tuhan.
Tuhan ada di depan
mata saya, waktu saya
berdoa. Satu sosok
yang luar biasa sedang
memegang saya, yang
sedang mengurapi saya
gitu. Saya merasa saya
tidak layak. Saya bilang
saya ini orang yang
berdosa di hadapan
Tuhan. Saya teringat
perbuatan-perbuatan
saya, kekotoran-
kekotoran saya gitu.
Seks sama perempuan-
perempuan, teringat
kepada kehidupan saya
yang bebas. Waduh,
saya merasa najis di
hadapan Tuhan, saya
merasa saya tidak
punya tanggung jawab
sama anak dan istri.
Tetapi saya melihat Dia
tetap memegang
saya," kisah Anderson.
Sejak itulah dia merasa
menyesal dengan
perbuatan-
perbuatannya yang
betul-betul menyakiti
hati Tuhan. Anderson
sampai menangis di
hadapan Tuhan. Dia
memohon ampun. Pada
saat itulah, semua
perasaan bersalah pun
hilang. "Perasaan saya,
Dia mengangkat dosa-
dosa saya."
Malam itu juga,
Anderson pun minta
ampun kepada istri dan
anaknya dan sejak saat
itu Anderson memulai
hidup baru bersama
keluarganya. "Saya
merasakan Tuhan
sedang menyatukan
saya dengan istri saya,
Dia menerima saya apa
adanya. Dan saya
melihat istri saya yang
sungguh luar biasa.
Selalu berdoa buat saya
dan sampai saat ini juga
dia selalu mendukung
saya dalam pekerjaan
saya."
"Selama ini saya selalu
berdoa buat suami,
dalam keadaan apapun
juga, saya siap.
Memang kalau sudah
dipersatukan Tuhan,
tidak bisa dipisahkan.
Jadi, apapun kondisi dia,
saya tetap pegang itu.
Dalam suka maupun
duka, saya siap terima
dia." begitulah
lapangnya dada Lili
menerima kembali
suaminya.
"Tuhan sungguh luar
biasa dalam kehidupan
saya. Dari saya gelap
sampai saya menerima
Tuhan, Tuhan itu
sungguh luar biasa.
Itulah kasih Tuhan
dalam kehidupan
saya." (Kisah ini
ditayangkan pada acara
Solusi Life di O Chanel
tanggal 18 Agustus
2010)
Sumber Kesaksian :
Anderson dan Lili
Tidak ada komentar:
Posting Komentar