Hidup Yesaya Setiawan,
atau Wawan, sudah
terbiasa dengan
bergelimang harta.
Namun kebahagiaannya
mulai terusik di saat
bisnis ekspedisi dan
usaha lainnya mulai
terpuruk.
Sewaktu bisnisnya
sedang jatuh, ia pulang
hanya membawa uang
dua puluh lima ribu
rupiah. "Anak kamu
mau dikasih makan
apa?" ujar istrinya.
Mereka bertengkar
mengenai uang, hingga
akhirnya Yesaya
menampar istrinya
karena terbawa emosi.
Demi menyelesaikan
masalah mereka,
mereka memutuskan
untuk pergi ke 'orang
pintar.' Mereka nekad
mengambil jalan pintas,
datang ke beberapa
orang pintar. Mereka
ingin agar usaha
mereka kembali lancar,
mereka dapat kembali
lagi kaya. Itulah
keinginan mereka.
"Ada uang 50ribu
direndam di air, lalu
mereka disuruh
minum," cerita Wawan
mengenai solusi yang
ditawarkan oleh orang
pintar yang mereka
datangi. Dan mereka
pun meminumnya.
Mereka menganggap
dengan meminum air
tersebut mereka akan
memiliki keberuntungan.
Tetapi untung tak
dapat diraih, justru
kegagalan yang
didapatkan. Hal itu
mempengaruhi emosi
Wawan. "Saya jadi
sensitif, panasan,
sentimental. Hingga di
jalanan saja, jika ada
kendaraan melewati
bisa saya kejar lagi.
Saya buka kaca, saya
kata-katai kasar," kisah
Wawan.
Bukan itu saja,
kejadian-kejadian yang
menyeramkan pun
sering terjadi di
rumahnya. Seperti
melihat makhluk halus.
Istrinya pun
mengungkit masalah ini,
"Datang ke dukun
bukannya duit yang
datang, malah setan
yang datang!" Istrinya
marah-marah tak
berhenti dan berbicara
yang menyakitkan. Lagi-
lagi Wawan pun marah,
ia menampar istrinya.
Di rumah pun
bertengkar dengan
istrinya, Wawan pun
mencari kesenangan di
luar. Mencari orang lain
yang mau menanggapi
dirinya. "Pada saat
ekonomi hancur, justru
ada yang memfasilitasi
saya untuk bersenang-
senang. Semuanya saya
bisa dapatkan dengan
gratis," kisah Wawan.
Ia pun merasakan
kesenangan dan
ketenangan yang semu
di luar rumahnya.
Hubungan suami-
istrinya pun
bermasalah, istrinya
selalu menolak
ajakannya untuk
melakukan hubungan
intim. Ditolak, Wawan
pun menyalurkan
keinginannya itu sendiri
di kamar mandi. Istrinya
sengaja menolak dirinya
dan tahu apa yang
dilakukan Wawan. Jika
Wawan sudah
melampiaskan
nafsunya, Wawan
tetap merasakan
kegelisahan, susah
untuk merasakan
ketenangan.
Ketika berada di luar
rumah, Wawan justru
mendapatkan saran
sesat yang dapat
menghancurkan rumah-
tangganya. Temannya
menyarankan jika istri
tidak bisa diatur, ya,
dipukul. "Jika sudah
tidak bisa pake mulut,
pake tangan saja," ujar
temannya. "Jika bini gak
mau berubah, ya sudah,
cari yang lain saja,"
tambah temannya.
Pemahaman itu justru
diamini oleh Wawan, ia
malah memukul istri
lebih dahsyat lagi. Ia
bisa memukul istri di
depan anak mereka.
"Pada waktu itu saat
anak nangis, rasa kasih
itu sudah tidak ada,"
kisah Wawan. Ia
menggampar istrinya
bahkan hingga keluar
darah.
"Tak ada penyesalan.
Dahulu dalam hati kalau
bisa justru ingin ganti
istri," kisah Wawan.
Keluarga Wawan berada
di ambang kehancuran,
perceraian pun seakan
menjadi pilihan terakhir
bagi mereka.
"Saya sudah tidak
tahan dengan perlakuan
suami yang kasar, suka
memukul, saya pulang
ke rumah orang-tua
saya," kisah istri
Wawan.
Istri pulang ke rumah
orang-tuanya, Wawan
justru merasa senang.
"Kenapa tidak dari
kemarin?" ujar Wawan
ketika istrinya
berangkat pergi.
Di tengah waktu
senggang, Wawan
justru menghabiskan
waktu dengan
menonton film-film BF.
Bahkan bisa hingga
pukul 4 pagi. "Waktu itu
rasanya senang sekali.
Pada istri pun sudah
tidak memiliki nafsu.
Tak terpikir untuk
memiliki hubungan lebih
dekat, yang ada hanya
ingin ganti istri saja,"
ujar Wawan.
Istrinya berkata, "Yang
saya hanya inginkan
hanya bercerai saja.
Sampai saya telpon dia,
saya tanya apakah
surat cerainya sudah
jadi atau belum."
Demi mewujudkan
kebebasannya, Wawan
mengurus ke catatan
sipil. Perceraiannya
tinggal selangkah lagi.
Selagi mengurus surat
perceraian, ternyata
bayarannya masih
kurang setengah lagi. Ia
pun menelepon teman-
temannya untuk
meminjam uang. Tetapi
ternyata semua yang ia
telepon sedang tidak
bisa untuk
membantunya. Karena
kurang uang bayaran, ia
pun menunda
pengurusan surat
cerainya.
Satu minggu sudah
Wawan menunggu
namun tak seorang pun
yang memberikan
pinjaman kepadanya.
Di rumah mertuanya,
anaknya merasakan
kangen kepada Wawan.
Ternyata istrinya pun
merasakan kangen juga
kepadanya. "Lama tidak
bertemu suami,
ternyata saya
merasakan kangen juga
kepadanya. Mungkin
karena saya masih
merasakan cinta
kepadanya. Saya bawa
anak saya, alasan saya
untuk menelepon,"
ungkap istri Wawan.
Dari perbincangan
Wawan dengan anak
dan istrinya, Wawan
mendengarkan
kerinduan anaknya
padanya.
Selang beberapa hari
kemudian, istrinya
membawa anaknya ke
rumah mereka. Wawan
pun kangen-kangenan
dengan anaknya. "Di
hati saya, saya kok
kangen sekali padanya.
Walaupun saya sering
disiksa, sering dipukul,
tidak dikasih uang...
Tetapi mungkin itu
karena saya cinta,"
kisah istrinya.
Kembalinya Henny ke
pangkuan suaminya
justru menjadi
malapetaka bagi dirinya.
Wawan tidak pernah
berubah. Malah semakin
kasar. Pernah suatu
ketika istrinya ingin
pergi untuk
pemahaman Alkitab, ia
malah dilarang oleh
Wawan. Mereka
bertengkar sampai-
sampai Wawan
merobek semua buku
pelajaran PA istrinya.
Hati istrinya hancur. Ia
berangkat sekolah
sambil menangis karena
sedih.
Wawan tak sedikit pun
mempedulikan
perasaan istrinya. Ia
tetap memilih
memuaskan nafsunya.
Saat Wawan siap
mengumbar nafsu
liarnya, tiba-tiba sebuah
peristiwa aneh terjadi.
"Anehnya setiap saya
mau berhubungan ke
arah situ selalu teringat
akan istri. Terbayang
wajah istri sambil
mendengar, 'Istri kamu
saja belum bisa kamu
senengin.' Setiap begitu
membuat saya
mengurungkan niat
saya," kisah Wawan.
Tanpa Wawan sadari,
setiap doa-doa yang
selama ini istri Wawan
panjatkan, mulai
mengusik batinnya.
Sebuah kejadian
pertanda buruk pun
terjadi saat Wawan
tiba di rumah.
"Begitu buka sepatu...
begitu kaos kaki
ditarik... Kuku kaki saya
ikut terlepas. Berdarah.
Mungkin Tuhan tidak
suka dengan apa yang
saya lakukan," kisah
Wawan.
Wawan merasa dirinya
sangat berdosa. Ia pun
berdoa. Tiba-tiba ada
peristiwa gaib terjadi
padanya. "Tiba-tiba di
depan saya itu ada
wajah. Saya
terperangah, kaget.
Bersinar... terang... Tidak
mengucapkan sepatah
kata pun. Hanya
tersenyum. Saya
sukacita sekali
melihatnya. Saya
bahagia sekali. Saya
merasa hidup di dunia ini
mulai dihargai."
Tak hanya sampai
disitu, Wawan bermimpi
mengenai kenyataan
yang mengerikan akan
hari kiamat. "Matahari
dan bulan menjadi
merah. Dimana benda-
benda langit itu
berjatuhan. Jika jatuh
membikin lubang dan
langsung menjadi debu.
Saya mendengar
teriakan-teriakan
menyayat. Orang-orang
menjerit-jerit. Saya
melihat satu malaikat
mencabut pedang.
Pedangnya itu bersinar.
Pedang itu diletakkan di
ubun-ubun saya,
dimasukkan ke dalam
kepala saya. Ditekan
terus... Apa yang sudah
terjadi saat itu, ya itu
yang harus saya
pertanggung-jawabkan.
Saya ingat saya hidup
tidak takut akan
Tuhan, tidak takut
pada dosa. Dan
ternyata... hari
penghakiman itu ada."
Wawan pun
melanjutkan, "Setelah
mimpi itu, rasa dalam
hidup ini hanya mau
untuk menguduskan
diri. Terus mencari
Tuhan..."
Mimpi itu meninggalkan
kesan yang mendalam
dalam benaknya.
Wawan pun mulai
membaca sebuah Buku.
Buku yang dahulu ia
robek-robek itulah yang
Wawan baca. Ternyata
sampulnya sudah di-
lem, sudah dibenarkan
oleh istrinya.
"Karena saya malu
sama istri, saya
bacanya ngumpet-
ngumpet. Disitu saya
temukan, 'Kuduslah
kamu, karena Aku
kudus.' Disitu saya mau
mengenal Tuhan lebih
jauh lagi. Saya mau
hidup di dalam Tuhan.
Karena saya punya
prinsip, ketika saya
dekat sama Tuhan,
pasti otomatis segala
sesuatunya menjadi
baik."
Wawan merasakan
seperti ada yang
menuntun dirinya. Ia
mulai merasa jijik. Jijik
melihat hal-hal
pornografi. Dan segala
sesuatu yang berbau
mistik, seperti jimat-
jimat pun ia bakar
semua. Wawan
memutuskan untuk
meninggalkan semua
dosa yang pernah
dilakukan selama
hidupnya. Dan saat ini ia
melakukan segala
tanggung-jawabnya
secara utuh sebagai
seorang suami dalam
kehidupan rumah
tangganya.
"Iya, saya merasakan
sukacita. Itu
merupakan surprise dari
suami. Di hati ini saya
merasakan benar-benar
ada yang plong sekali.
Tidak terbatas rasanya.
Saya merasakan
seperti pengantin yang
baru menikah.
Perhatiannya besar,"
ungkap istri Wawan
melihat perubahan
karakter suaminya.
Wawan pun berujar,
"Rumah-tangga kami
mulai harmonis. Dunia
hanya menjanjikan,
tetapi dunia tidak
menyelamatkan. Faktor
ekonomi sudah tidak
lagi menjadi hambatan.
Jika dahulu istilahnya
hanya ada lima pulih ribu
aja bisa teriak, jika
sekarang meski ada
lima ribu tetap bisa
mengucap syukur.
Narkoba atau
perempuan membuat
kita terpuruk,
menderita, dan hina.
Hanya di dalam
Yesuslah, itu yang
menjadikan kita
mulia." (Kisah ini
ditayangkan 31
Agustus 2010 dalam
acara Solusi Life di
O'Channel).
Sumber Kesaksian:
Yesaya Setiawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar