Minggu, 03 Oktober 2010

Dibalik Topeng Sang Bandar Narkoba

Novan adalah seorang
anak yang terlahir di
keluarga preman.
Kehidupan yang liar
bahkan ia jalani mulai
dari kelas 6 bangku
sekolah dasar. Singkat
cerita, ia kemudian
menjadi seorang
gembong narkoba yang
cukup ditakuti.
"Saya lahir dari keluarga
preman. Saya tinggal
dengan kakek saya
sedangkan kakek saya
ini penjual minuman
keras. Saya pun mulai
terpengaruh dengan
kehidupan yang seperti
itu. Setiap hari saya
melihat kehidupan
berkelahi, mabuk-
mabukan dan itu sangat
mempengaruhi
kehidupan saya," ujar
Novan membuka
kesaksiannya.
Kemudian Novan pindah
ke daerah Cengkareng.
Tapi hal ini pun tidak
menjadi solusi bagi
Novan karena kembali ia
dipertemukan dengan
orang-orang yang
memiliki gaya hidup
tidak jauh berbeda
dengan di tempat
kakeknya. Sejak kelas 6
SD, Novan sudah mulai
aktif main ke diskotik
Lipstik di daerah Blok M.
Sejak kelas 6 SD pula
Novan sudah mengenal
dunia narkoba.
Latar belakang keluarga
yang broken home dan
juga pengaruh
lingkungan yang kuat
membawa Novan ke
dalam kehidupan jalanan
yang keras. Ditambah
lagi Novan bersekolah di
sekolah STM yang
terkenal sebagai
sekolah biang onar di
Jakarta. Sering kali
Novan terlibat tawuran
antar pelajar di Jakarta.
Dan ia selalu mengambil
posisi paling depan.
Setelah melukai
beberapa orang, Novan
pun langsung berlalu.
Sehingga teman-
temannya yang selalu
berurusan dengan polisi,
namun namanya cukup
terkenal di antara
pelajar tawuran
tersebut.
Perbuatan kriminal yang
dilakukan oleh Novan
berlanjut hingga ia
dewasa. Dimulai dengan
menjadi bandar narkoba
di sekolahnya sampai
melakukan tindakan
kriminal di bis-bis umum
menuju bandara.
Kehidupan kost yang
terpisah dari
pengawasan orang
dewasa membuat
Novan semakin bebas.
Setiap hari yang
dikerjakannya hanyalah
mencari uang dengan
membajak bis demi bis.
Dengan lima orang
komplotannya, mereka
pun beraksi di jalan-
jalan. Seorang
temannya mengancam
supir dengan senjata
tajam,
yang
seorang
mengancam
kenek
bis
dan
tiga
lainnya beroperasi
merampas harta milik
para penumpang bis.
Novan menjadi
pemimpin dalam
tindakan kriminal ini.
Kalau ada yang
melawan, tak segan-
segan Novan dan
teman-temannya
mengancam korbannya
dengan senjata tajam.
Novan selalu membawa
senjata tajam kemana
pun ia pergi. Novan
terkenal di antara
teman-temannya
sangat pintar
memainkan pisau lipat.
Bahkan banyak
temannya yang
mendatangi Novan
hanya untuk belajar
bagaimana menusuk
orang dengan baik, yang
tidak akan
mendatangkan
kematian bagi korban
mereka.
Hidup dalam dunia
kriminal membawa
Novan lebih jauh
menjadi bandar besar
narkoba. Setelah tamat
dari sekolah STM-nya,
Novan mulai menjadi
bandar yang cukup
besar di Jakarta. Daerah
operasinya ada di
Jakarta Timur dan
Jakarta Barat. Namun
kemudian temannya
menawarkan Novan
untuk mengembangkan
bisnis narkobanya ke
Bandung karena
konsumennya lebih
menjanjikan. Akhirnya
Novan membuka
cabangnya di Bandung
namun ia tetap
mengkonsentrasikan
dirinya di Jakarta. Novan
menjadi bandar yang
besar juga di Bandung.
Karena semua pengedar
mengatakan kalau
barangnya sedang tidak
ada, cukup datang ke
teman-teman Novan di
Bandung. Karena
memang ayah Novan
adalah bandar narkoba
yang sangat besar,
sehingga sangat mudah
bagi Novan
menyediakan narkoba
berapapun jumlahnya.
Bedanya Novan dengan
bandar yang lain tentu
saja Novan tidak akan
pernah kehabisan stok
narkoba, berbeda
dengan bandar narkoba
lainnya di Bandung.
Penghasilan yang
didapatkan Novan saat
itu cukup besar. Dalam
sebulan Novan bisa
mendapatkan minimal
10 juta rupiah, namun
kalau sedang ramai bisa
lebih dari 30 juta. Novan
sendiri menggaji teman-
temannya setiap
minggunya minimal 300
ribu.
Di Bandung sendiri
Novan mengontrak tiga
tempat. Yang pertama
khusus untuk tempat
transaksi, yang kedua
tempat khusus untuk
teman-teman Novan
bertemu dengan para
pengedar di Bandung.
Tempat terakhir adalah
rumah khusus bagi
Novan dan lima orang
teman kepercayaan
Novan. Tidak ada
seorangpun yang
mengetahui tempat ini
selain mereka sendiri.
Setiap hari Novan harus
kucing-kucingan dengan
polisi. Kalau polisi sedang
mencari di daerah B,
Novan dan teman-
temannya pasti sudah
ada di daerah C. Novan
sudah mempelajari
gerak-gerik polisi
dengan teliti sehingga
Novan selalu berada
selangkah di depan
polisi, selalu berada di
daerah yang belum
dijangkau aparat negara
tersebut.
Kehidupan
sebagai
bandar
narkoba
membuat
Novan
merasa
hidupnya
tidak tenang. Hingga
suatu ketika, suatu
peristiwa mengubah
hidupnya. Di tahun 1999,
Novan memutuskan
untuk pulang ke
rumahnya setiap hari
Jumat hanya untuk ke
gereja. Namun setelah
pulang dari gereja,
Novan kembali ke
Bandung dan menjalani
bisnis narkobanya.
Meskipun khotbah-
khotbah yang
dibawakan pendeta
tidak masuk ke hatinya,
namun ada satu kata
yang benar-benar
menusuk hatinya. Pada
dasarnya Novan senang
berbuat baik, namun
pendeta di gerejanya
pada waktu itu
mengatakan bahwa
segala perbuatan baik
yang manusia lakukan
akan sia-sia kalau
manusia itu masih
tetap berada di dalam
kejahatan.
Sepanjang jalan ke
Bandung, Novan terus
merenungkan kata-kata
itu. Pergumulan di
hatinya pun mulai
terjadi, karena Novan
menyadari bahwa
perbuatan baiknya itu
ternyata sia-sia. Novan
mulai membaca Alkitab.
Dan hari Selasa setelah
mendengar khotbah itu,
pada tanggal 6 April
1999, tepat jam 12
malam, Novan gelisah
dan ia tidak mengerti
sebabnya. Akhirnya
Novan berdoa dan ia
berkata, "Tuhan, saya
kommit saya mau
tinggalkan ini semua,
tapi saya minta satu
hal, tolong bantu saya
Tuhan."
Akhirnya dengan
komitmen yang baru,
Novan meninggalkan
semuanya dan mulai
menikmati hidup. Hidup
rasanya benar-benar
plong. Hidup tanpa
kejahatan sudah hilang,
topeng itu terbuka
semuanya dengan
sendirinya.
"Kebaikan Tuhan tidak
dapat diungkapkan satu
persatu, karena
memang kebaikan-Nya
sungguh tidak ternilai.
Saya merasakan kalau
Tuhan sudah merapikan
hidup saya yang sudah
hancur, seperti gelas
yang sudah pecah
berantakan, namun
Tuhan bisa merapikan
seperti semula. Dulu
saya ini sampah bagi
orang-orang, semua
orang menghina saya
dan kemana pun saya
pergi, banyak musuh
yang ingin
mencelakakan saya.
Teman-teman saya pun
banyak yang takut jalan
sama saya karena
banyaknya musuh saya.
Tapi sekarang saya
benar-benar menikmati
hidup saya. Saya bebas
pergi kemana pun. Kalau
dulu saya memimpin di
kejahatan, sekarang
Tuhan ijinkan saya
memimpin di
kerohanian," ujar Novan
menutup kesaksiannya.
(Kisah ini
ditayangkan 31 Juli 2009
dalam acara Solusi Life
di O Chanel).
Sumber Kesaksian :
Novan Tampubolon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar