Jumat, 27 Agustus 2010

Ayah dan Anak Terbakar Hidup- hidup di Dapur

Tidak ada firasat
apapun terbersit dalam
hati Limson Nainggolan
pada hari naas itu.
Namun pada tanggal 29
November 2009 itu,
sebuah kejadian naas
terjadi dan
membahayakan
nyawanya dan nyawa
buah hatinya. Inilah
penuturan Limson
tentang kejadian itu:
"Ketika saya sampai di
dapur, saya lihat lantai
itu ada bercak-bercak
seperti kotoran. Lalu
saya panggil anak saya
yang ketiga, 'Sini dulu
sayang, lihat ini lantai
kotor. Bersihin..'"
Tita, anak ketiga
Limson lari ke dapur
menghampirinya.
Akhirnya buah hatinya
tersebut mengambil
kain pel untuk
membersihkan lantai
dapur yang kotor itu.
Namun tanpa disadari
oleh Limson, maut
sedang mengintip dan
mengancam
keselamatan nyawanya
dan nyawa anaknya.
Saat Tita sedang
mengepel lantai, tiba-
tiba sebuah ledakan
dasyat terjadi di dapur
itu dan menyebabkan
kebakaran yang
membakar dirinya dan
juga putrinya.
"Dapur itu penuh
dengan api, seperti bola
api dan saya serta anak
saya Tita ada
didalamnya.."
Kakak-kakak Tita panik
saat melihat api
membakar dapur
dimana mereka tahu
ada ayah dan adik
mereka disana.
"Begitu saya keluar dari
kamar, saya melihat di
dapur itu ada api yang
besar. Api menggumpal
di langit-langit,"
demikian cerita Efraim
Asa, anak Limson.
"Saya kaget sekali."
Limson dan Tita yang
berada di tengah
kobaran api seperti
tidak berdaya dan tidak
dapat berbuat apa-apa.
Limson hanya berusaha
memeluk Tita erat-
erat, namun ketika Tita
memberontak ia seperti
tersadar dan segera
menerobos kobaran api
sambil menarik buah
hatinya itu. Namun
keadaan Tita dan
Limson sudah penuh
dengan luka bakar dan
dalam keadaan kristis.
Tanpa menunggu lama,
keduanya segera
dilarikan ke rumah sakit
oleh kakak-kakak Tita.
Sang ibu yang tidak ada
di tempat kejadian,
segera di telp oleh
kakak Tita dan
menceritakan tentang
kondisi Tita dan Limson
yang dalam keadaan
kritis.
"Mama, kami
kebakaran… kebakaran..
Tita ma, dia kebakar.."
demikian seru kakak
Tita kepada Mamanya.
"Kenapa..?" Yulia
Nurhaida, istri Limson
langsung shock dan
merasa lemas
mendengar berita itu.
"Tiba-tiba tangan saya
langsung ditarik, 'Ayo..!
Masuk Mama Vivi!' Saya
ditarik kedalam mobil.."
tutur Yulia.
Rupanya, teman-teman
Yulia yang saat itu
bersamanya langsung
tanggap dan bergerak
cepat mengatarnya
kerumah sakit. Dalam
pikiran Yulia, anaknya
Tita sudah tewas
karena kebakaran
tersebut.
"Saya hanya berdoa,
'Tuhan kasih saya
kesempatan.' Itu
saja..'Beri saya
kesempatan untuk
ketemu anak saya,
sebentar saja…'"
Dalam hati Yulia
berkecamuk perasaan
kuatir, sedih dan juga
was-was akan nasib
suami dan anaknya.
Katika tiba dirumah
sakit, dilihatnya sang
suami yang penuh luka
bakar sedang ditangani
oleh dokter dan
perawat. Namun ia
diminta oleh Limson
untuk segera melihat
keadaan putri mereka.
"Begitu saya buka
korden itu, dia panggil
saya 'Mama..!' Saya
peluk dia dan saya lihat
seluruh tubuhnya, saya
tidak tega lihat rasa
sakitnya," demikian
Yulia mengingat saat-
saat menegangkan
tersebut.
Limson yang terbaring
tidak jauh dari putrinya
merasa sangat
tersiksa, bukan hanya
karena luka bakar yang
dialaminya, namun lebih
karena melihat
penderitaan Tita dalam
menahan rasa sakit
yang amat sangat.
"Dalam hati saya
berbicara kepada
Tuhan," tutur Limson.
"Saya merenung, dosa
apa yang saya lakukan.
Kenapa saya harus
begini. Depresi saya
pada saat itu."
Kondisi Tita sungguh
mengenaskan. Setiap
hari dia terus merintih
kesakitan, apa lagi
ketika efek obat
penahan rasa sakitnya
telah menghilang.
Mamanya berusaha
melakukan segala
sesuatu untuk
menenangkannya,
namun Tita terus
histeris.
"Ngga ada hari tanpa
dia teriak-teriak. Seperti
orang gila kalau efek
obatnya habis. Saya
harus berdiri tiap malam
karena tidak tega,"
demikian ungkap Yulia
yang dengan setia
merawat putrinya itu.
"Kalau dia merasa sakit,
dia teriak, 'Saya dah
ngga kuat lagi mama..,
Saya ngga kuat lagi..!'
Jadi saya harus peluk
dia. 'Sabar ya, ngga
boleh kamu ngomong
seperti itu. Berdoa-
berdoa.. Minta sama
Tuhan..'"
Jeritan dan rintihan Tita
seperti merobek-robek
hati Limson. Dirinya
sendiri dalam keadaan
terbaring di tempat
tidur, dan tidak bisa
menolong anak yang
sangat dikasihinya itu.
"Tita menangis-nangis,
menjerit-jerit, teriak-
teriak. Disitulah saya
ngga tahan. Saya
membayangkan anak
saya menjerit-jerit
seperti itu, dan
diceritakan kepada saya
kakinya itu semuanya
bocor, terus keluar
darah semua. Jadi itu
menambah penderitaan
saya."
Limson semakin
tertekan dan putus asa
mendengar keadaan
putrinya itu. Namun
sang istri menegurnya,
dan memintanya untuk
tetap kuat.
Sang istri, Yulia
berusaha tetap tegar
menghadapi keadaan
itu. Namun putrinya
Tita, semakin hari
bukannya bertambah
baik, malah keadaannya
semakin
mengkuatirkan.
"Matanya juga sudah
keatas-atas, dan
panasnya itu tinggi
sekali. Jadi setiap
malam harus saya
kompres. Tita itu
mukanya sudah pucat
sekali, dan sering bilang,
'Ngga kuat lagi Mama..'
Pikiran saya, dia sudah
mau meninggal," sambil
tertunduk Yulia
menceritakan beban
berat yang pernah
dirasakannya itu.
Tita sendiri, yang
mengalami penderitaan
karena luka bakar
tersebut sempat
merasa marah kepada
Tuhan. Terbersit dalam
pikirannya bahwa ia
akan segera mengalami
kematian.
"Sakit yang aku rasaain
itu, sakit, sakit, sakit
banget.. sampe ngga
kuat lagi ngadepinnya.."
demikian pengakuan
Tita.
Luka bakar yang dialami
Limson dan Tita
sebenarnya hanya pada
kakinya, namun luka
tersebut menjalar
kebagian tubuh yang
lainnya. Sekitar satu
bulan keduanya dirawat
di rumah sakit, namun
tidak ada tanda-tanda
bahwa keadaan Limson
dan Tita akan membaik.
Ditengah
keputusasaannya
Limson pun berseru
kepada Tuhan.
"Dirumah sakit, saya
putus asa, saya
depresi. Sepertinya
Tuhan tidak mendengar
doa saya. Rasanya tidak
ada semangat hidup. "
Limson terus
menyalahkan dirinya
atas kejadian naas
tersebut. Jika saja ia
tidak memanggil Tita
untuk membersihkan
dapur saat itu, pasti
putrinya itu tidak harus
mengalami penderitaan
seperti sekarang ini. Jika
saja.. jika saja, jika
saja… Penyesalan itu
terus mengintimidasi
pikirannya. Sering
Limson menangis
sambil menyesali
nasibnya.
"Rasanya tidak ada
artinya hidup," demikian
ungkap Limson sambil
mencucurkan air mata.
Namun beruntung saat
dirinya dalam keadaan
putus asa seperti itu,
masih ada teman-
temannya yang
menguatkan.
"Saya kirim SMS kepada
beberapa sahabat saya,
saya minta tolong
bantu mendoakan saya.
Tuhan tidak
mendengar doa saya.
Tepat jam dua belas
malam, saya terima
SMS balasan, 'Tenang
pak Limson, sekarang
kami sedang
mendoakan bapak.
Tetap kuatkan hati
bapak dan tetap
bersandar pada Tuhan.
Percaya pada Tuhan,
pasti disembuhkan.
Gbu.'"
Mulai saat itu Limson
berhenti mengeluh dan
meratapi nasibnya.
Istrinya pun dengan
tekun berdoa bagi
kesembuhan suami
serta anaknya dan
membangkitkan
semangat hidup
keduanya.
Hal itu terjawab sudah,
Tita dan Limson seperti
mendapat kekuatan
baru. Mereka kembali
mempercayai bahwa
Tuhan sanggup bekerja
dalam segala perkara
untuk mendatangkan
kebaikan bagi mereka.
"Saat itu, Tita semakin
percaya bahwa Tita
bisa sembuh oleh
pertolongan Tuhan,"
demikian Tita
menceritakan
keyakinannya.
Kepercayaannya
mereka kepada Tuhan
ternyata membuahkan
hasil. Dalam waktu tiga
bulan kemudian, kondisi
Tita dan Limson
semakin baik. Kaki Tita
tidak bisa lurus karena
ada daging yang
tumbuh di sela-sela
lutut, selain itu kulitnya
juga bengkok dan jari-
jarinya berdiri. Namun
sebuah mukjizat
terjadi, semuanya
kembali normal tanpa
bantuan dari terapis.
"Tita sudah bisa tidur,
sudah bisa tenang,
sudah bisa senyum, hal
itu membuat saya
sangat senang.
Rasanya seperti ada
rasa dingin mengalir
dalam darah saya
sampai ke kepala saya.
Senang sekali."
Kini keduanya telah pulih
sekalipun masih harus
melakukan beberapa
perawatan sesekali.
Pengharapan mereka
kepada Tuhan semakin
kuat karena kejadian
tersebut, tidak hanya
itu, keluarga mereka
pun semakin harmonis
di dalam Tuhan.
"Tanpa Yesus,
penderitaan akan
membawa malapetaka.
Dengan Yesus,
penderitaan akan
membawa sukacita.
Dari semua peristiwa
ini, kami satu keluarga
menjadi sangat solid,
menjadi saling sangat
mengasihi. Bagi saya,
Tuhan Yesus itu, Dia
jawaban atas semua
masalah saya. Dia
jawaban dari semua
penderitaan saya.
Tuhan memang
memberikan kepada
saya kesempatan
untuk hidup," demikian
Limson menutup
kesaksiannya. (Kisah ini
telah ditayangkan 26
Agustus 2010 dalam
acara Solusi di O
Channel)
Sumber Kesaksian:
Limson Nainggolan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar