Sabtu, 14 Agustus 2010

Kisah Nyata Pramugari Selamat Dari Tragedi Kecelakaan Pesawat (part: 1)

Kisah Nyata – Aku
berasal dari sebuah
keluarga yang
memprihatikankan.
Ayahku seorang
penjudi, sehingga ibuku
yang harus banting
tulang demi menghidupi
keluargaku. Ibuku
berprofesi sebagai
penjual kue, aku pun
sering membantunya. Ia
menjual dagangannya
dari rumah ke rumah.
Sejak kecil aku merasa
tertolak di lingkungan
keluargaku, karena
pernikahan orang tuaku
tidak direstui oleh
keluarga pihak ayahku.
Bahkan kami tinggal di
rumah berukuran 2 x 3
m dengan kondisi yang
mengecewakan.
Ketikaku masih kanak-
kanak, tidak ada figur
seorang ayah dalam
hidupku. Ia sering
berjudi. Jika ada di
rumah, ia sering
memarahi bahkan
menghajarku. Begitu
juga dengan ibuku, aku
sering menjadi tempat
pelampiasan
kemarahannya ketika ia
memiliki masalah
dengan ayah.
Mencoba mengakhiri
hidup
Tekanan-tekanan ini
menjadikanku seorang
pemberontak. Aku tidak
mau mendengarkan
perkataan ayah dan
ibuku. Karena begitu
tertekan dengan
kehidupan yang kujalani,
aku nekat mencoba
bunuh diri dengan
minum racun serangga,
namun tidak berhasil
dan aku pun masih
dapat diselamatkan
setelah dilarikan ke
rumah sakit oleh
pamanku.
Terjebak pergaulan
buruk
Setelah lulus SMU, aku
tidak dapat
melanjutkan ke jenjang
yang lebih tinggi karena
tidak ada biaya. Di
usiaku yang ke 17, aku
harus mencari
pekerjaan. Karena
kekurangan figur ayah
dari kecil, akhirnya aku
mencari figur seorang
ayah dari pacarku saat
itu. Namun, karena
sering ribut, ibuku tidak
menyetujui hubunganku
dengannya sehingga
aku merasa sangat
marah dan kabur dari
rumah. Aku terjerumus
ke dalam jurang dosa.
Aku pun mulai
mengkonsumsi
minuman keras, rokok,
bahkan narkoba.
Kesombongan
Tahun 2002, aku
mendapat panggilan dari
pihak jasa penerbangan
komersil, Lion Air, untuk
interview. Setelah
melalui beberapa
rangkaian tes, aku
dinyatakan lulus
diterima menjadi
seorang pramugari.
Sejak saat itu
kehidupanku mulai
membaik dan
menjadikanku sombong
dengan keberadaanku
saat itu. Dengan uang
yang aku miliki, aku
menggunakan
seluruhnya untuk
bersenang-senang dan
merasakan kehidupan
yang belum pernah
kurasakan sebelumnya.
Kurang lebih 2 tahun aku
hidup bebas seperti ini.
Bencana Menimpa
Sampai sewaktu ketika
di awal November 2004,
aku merasa tiba-tiba
ingin meninggalkan
rumahku. Ketika
kukatakan hal ini pada
ibuku, ia berkata bahwa
ia juga pernah bermimpi
melihatku terbaring
lemah di ICU dengan
darah berlumuran di
sekujur tubuhku. Tetapi
kami menepis firasat
buruk itu. Ketika
bertugas hari itu, di
dalam pesawat sempat
aku merasakan sesuatu
yang aneh. Aku melihat
seluruh wajah teman-
temanku diliputi
kegelapan dan
menyeramkan untuk
dilihat. Namun lagi-lagi
aku mengalihkan
pikiranku dari firasat itu.
Saat itu cuaca memang
tidak baik. Penerbangan
kami kali ini disertai
dengan goncangan-
goncangan kecil, hujan
dan suara petir juga
terhalang awan-awan
tebal.
Braaaakkkkk…..drrrkkkkkkssss…
trraaaakkkkk…bunyi
disertai dengan
goncangan sangat
keras ini mengagetkan
semua penumpang
dalam pesawat. Semua
berteriak histeris.
Suasana menjadi gelap
dan barang-barang
berhamburan kemana-
mana. Sementara
terjadi goncangan itu,
aku sempat berteriak :
"Tuhan, tolong aku….
Ada apa ini, Tuhan?
Apapun yang terjadi,
tolong aku, Tuhan…"
Setelah itu aku tidak
tahu apa yang terjadi
sampai akhirnya ada
seorang bapak yang
menemukanku di
tumpukan para korban
kecelakaan lainnya yang
telah meninggal.
Kondisiku saat itu
sangat mengenaskan
sehingga orang-orang
mendugaku sebagai
korban pramugari lain
yang meninggal. Aku
pun dilarikan ke rumah
sakit dan sempat koma
selama 8 hari, sampai
akhirnya aku dibawa ke
Singapura untuk
mendapatkan operasi
dan perawatan intensif
karena luka serius di
wajah dan kaki.
Beberapa dokter telah
kami datangi, namun
semuanya mengatakan
aku sulit untuk
disembuhkan karena
tulang kakiku
mengalami pembusukan
dan bernanah. Jalan
satu-satunya menurut
mereka adalah kakiku
harus diamputasi.
Mendengar hal itu, aku
dan ibuku terus
membangkitkan iman
kepada Tuhan supaya
aku tidak menjadi
lumpuh karena tidak
ada kaki lagi. Tuhan
menjawab doa kami,
kakiku berhasil sembuh
tanpa harus diamputasi.
Rasa senang itu tidak
berlangsung lama
karena setelah melihat
wajahku dicermin, aku
berteriak histeris
karena seperti melihat
wajah monster
diwajahku sendiri.
Banyak jahitan di sana
sini dan tidak enak
dipandang. Selama
menjalani pengobatan
itu, aku mengeluh dan
bertanya pada Tuhan,
"mengapa ini terjadi
padaku." Aku terus
menyalahkan Tuhan
dan berpikir bahwa Ia
tidak mengasihiku sama
sekali. Tiba-tiba aku
dipertemukan dengan
seorang laki-laki berusia
16 tahun. Ketika ia
melihatku, ia tertawa.
Padahal selama ini
orang-orang selalu
menatapku dengan rasa
iba. "Hei..kenapa
menertawaiku??"
tanyaku. Ia pun
menjawab :
"tampangmu sangat
suram!" Ternyata
remaja itu akan
menjalani operasi,
kakinya akan
diamputasi besok.
Mengetahui hal itu,
hatiku tersentuh
dengan belas kasihan
dan mengintrospeksi diri
sendiri. Jika dia saja bisa
tertawa dan bersyukur
juga bersukacita
padahal ia tahu bahwa
ia akan menjadi orang
cacat sebentar lagi,
mengapa aku tidak bisa
mencontohi apa yang ia
lakukan? Aku pun
sedikit terhibur dengan
jawabannya itu..haha…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar