Sabtu, 14 Agustus 2010

(kesaksian / renungan) SANG MALAIKAT KECIL TELAH MENYELESAIKAN TUGASNYA Kisah nyata gadis kecil bernama Olivia Laurencia

Tiga Juli 1999, tangis
bayi memecah
kesunyian. Sang bayi
mungil lahir ke dunia
membawa
kebahagiaan bagi
pasangan Jimmy dan
Aiwan. Kulit putih
kemerah-merahan,
mata yang sungguh
indah, bahkan ia
memiliki bobot tubuh
yang cukup besar
dibandingkan ukuran
normal bayi yang
baru lahir. Semua
orang yang melihat
memuji sang bayi
cantik yang kemudian
diberi nama Olivia
Laurencia dengan
nama kecil Ping Ping
ini. Yah, ini adalah
mahakarya yang
sungguh indah dari
Tuhan bagi keluarga
muda itu.
Sang bayi mungil
tumbuh cepat dan
makin cantik dari
waktu ke waktu.
Babak baru
kehidupannya dimulai
ketika umur satu
setengah tahun. Saat
anggota keluarga
yang lain melihat
adanya kelainan
penglihatan pada Oliv
kecil, segera mereka
memeriksakannya ke
dokter. Bagaikan
disambar petir
mereka harus
menerima kenyataan
bahwa Olivia divonis
menderita kanker
mata, atau istilah
kedokterannya
penyakit Retina
Blastoma. 'Biasanya
untuk penyakit begini
umurnya paling
sekitar 2 tahun lagi,'
demikian kata sang
dokter yang terus
terngiang-ngiang di
ingatan orangtuanya..
Bergelut dengan
Pengobatan
Berbagai pengobatan
mulai dijalani, bahkan
pengobatan sampai
ke luar negeri. Dokter
menyarankan agar
bola mata kiri yang
terkena kanker segera
diangkat. Namun
sang papa bersikeras
jalan itu. 'Dia seorang
anak gadis, palsunya.
Jalan ini juga tidak bisa
menjamin 100% sel
kanker itu hilang
begitu saja. Mata dia
sungguh indah,
semua orang juga
mengakuinya,'
berontak sang papa..
Akhirnya dipakailah
cara kemotherapy
untuk mematikan sel-
sel kanker yang telah
tumbuh itu. Saat sang
putri kesayangan
teriak menahan sakit
yang dideritanya,
sang papa tidak kuat
menerima kenyataan
itu bahkan ia
membenturkan
kepalanya sendiri ke
dinding.
Menurut
pengakuannya meski
sudah dibaptis dan
menjadi pengikut
Kristus, Jimmy dan
Aiwan belum menjadi
pengikut Kristus yang
sesungguhnya. Untuk
pergi ke gereja pun
kadang masih agak
ogah-ogahan.
Tepatnya hanya
menjadi umat yang
biasa-biasa saja.
Dalam mimpinya
suatu malam Jimmy
didatangi oleh
malaikat yang
membawa sebuah
maklumat berisi
hanya satu kata
'BAPTIS'. Setelah
menceritakan kepada
saudaranya,
saudaranya itu
memberikan
masukan
'baptis berarti kamu
mesti bertobat!'...
Sambil tetap
menjalani
pengobatan, kondisi
Olivia mengantar
papa dan mamanya
lebih rajin dalam
berdoa dan mengikuti
persekutuan. Mereka
lebih berpasrah dan
menyerahkan
sepenuhnya kepada
kehendak Bapa.
Mereka bertumbuh
dalam iman di tengah
penyakit yang diderita
Olivia.
Di sela-sela kesibukan
mengurusi
pengobatan Olivia,
Elohim mendatangkan
penghibur di keluarga
ini. Seorang anak
pemberian Tuhan
hadir di tengah
mereka. Sang adik
kecil itu kemudian
diberi nama Yohanes
Natanael. Setidaknya
ini adalah suatu
penghiburan di
tengah kesedihan
mereka.
Olivia sempat
menjalani dua kali
kemotherapy yang
membuat kondisi
fisiknya drop. Saat ia
drop dan trombosit
dalam tubuhnya
turun, sang papa dan
pamannya dengan
kondisi was-was
musti siap mengantri
sepanjang hari untuk
mendapatkan bantuan
darah di PMI.
Demikian sepanjang
hidupnya Olivia
menjalani
pengobatan. Biasanya
setelah therapy ia
mengalami
kerontokan rambut
hingga botak sama
sekali. Dengan fisik
yang demikian Olivia
tidak pernah merasa
rendah diri. Ia tetap
menjadi anak yang
periang. Bahkan di
sekolah ia termasuk
salah satu murid yang
memiliki prestasi
Seluruh keluarga
besar sangat
menyayangi dan
memberi perhatian
penuh kepadanya.
Saat ilmu kedokteran
sudah angkat tangan
dan hanya
memberikan harapan
kosong atas
kesembuhannya,
seluruh keluarga tidak
berputus asa.
Berbagai pengobatan
alternatif dijalani.
Pantangan-pantangan
makanan selalu
dituruti oleh gadis
kecil ini..
Obat-obatan dari
berbagai bentuk dan
rasa yang sungguh
merusak indra
pengecapan juga
dilahap dengan
pasrah.
Membawa kepada
Kristus
Dalam kondisi
demikian, Oliv kecil
sungguh bergantung
pada Tuhan Yesus.
Setiap pagi saat jam
dinding baru
menunjukkan pukul
04.00, bagai jam
weker Olivia
membangunkan
orangtuanya untuk
mengajak doa pagi.
Ketika melihat
papanya bersedih
hati, Olivia selalu
berujar: 'Smile'.
Dengan polosnya
Olivia berujar dan
mengajarkan
papanya: 'Dalam
masalah apa pun kita
harus selalu smile.'
Imannya kepada
Yesus itu membuat ia
boleh dibilang tak
pernah mengeluh soal
penyakit yang
dideritanya. Ia bahkan
tak pernah menangis
karena penyakit itu.
Iman Olivia ini
menghantarkan sang
kakek, nenek, om,
tante yang belum
mengenal Kristus
menjadi orang-orang
percaya. Ketegaran
Olivia membuat
mereka semua
merasakan bahwa
Yesus sungguh ada
bersama Olivia. Hal itu
pula yang kemudian
mendorong keluarga
besarnya semakin
berpasrah pada
Yesus. Bahkan
mereka kemudian
terjun aktif dalam
kegiatan rohani di
lingkungannya.
Sungguh inilah karya
besar yang
ditinggalkannya.
Bulan-bulan terakhir
menjelang ajalnya ia
menunjukkan
kasihnya yang luar
biasa kepada
keluarganya, terutama
kepada adik kecilnya.
Ia berujar kepada
sang mama 'Kan Oliv
mau jadi peri yang
baik hati'. Natal dan
malam Tahun Baru 31
Desember 2008,
meskipun menahan
sakit kepala yang
belakangan selalu
menyerangnya, ia
berusaha tetap ceria.
Saat acara tukar kado
bersama jemaat
Gereja, ia juga masih
selalu bercanda
dengan semua orang.
Beberapa hari
kemudian, 4 Januari
2009, saat sakit kepala
yang semakin parah
dan disertai dengan
muntah-muntah,
keluarga memutuskan
untuk merawatnya di
rumah sakit. Semakin
lama kondisi fisiknya
semakin parah.
Tubuhnya bahkan
sudah sulit untuk
menerima asupan
makanan... Hal yang
ditakutkan pun terjadi.
Hasil MRI
menunjukkan sel
kanker yang sudah
membutakan mata
kirinya telah menjalar
sampai ke otak
bahkan ke seluruh
tubuhnya.
'Terimakasih Tuhan
Yesus'
Setiap hari ia hanya
bisa terbaring lemas
dan tertidur. Saat ia
terbangun, kesakitan
yang sungguh luar
biasa dialaminya. Ia
hanya bisa berteriak,
'Aduh sakit, sakit
sekali Tuhan'.
Sang mama yang
tidak kuat melihat
penderitaan putrinya
mengatakan,
'Kalau sakit sekali,
menangis saja Oliv,'
tapi anak ini sungguh
kuat. Dia tidak pernah
mau menangisi
kesakitannya. Orang
tuanya kembali
dikuatkan dan
diajarkan untuk tetap
tegar dalam segala
masalah, walaupun
itu tidak
mengenakkan.
Kesakitannya semakin
memuncak, bahkan
obat penahan sakit
yang diberikan dokter
sudah tidak bisa
menghilangkan rasa
sakit itu. Dua malam
menjelang ajalnya,
Oliv berdoa penuh
iman. 'Terima kasih
Tuhan atas kasih
karuniaMu, Oliv
percaya Oliv sudah
sembuh, Oliv sudah
dipulihkan. Tidak ada
satu penyakit apa pun
di badan Oliv, dari
ujung rambut sampai
ujung kaki Oliv,
karena sudah
Engkau tebus di kayu
salib. Tuhan berkati
Oliv, Tuhan ampuni
semua dosa
Oliv,terima kasih
Tuhan, Haleluya,
Amin..' Sebuah doa
yang sungguh indah
dan penuh makna.
Doa seorang anak
yang sungguh
mencintai dan
mengimani Yesus.
Saat malam terakhir ia
bahkan sempat
meminta sang papa
yang memang sangat
dekat dengannya
untuk memeluk,
menurunkannya dari
ranjang pasien dan
memangkunya. Dia
meminta kepada
semua orang dan
keluarga yang
mengunjunginya
untuk senantiasa
berdoa dan
mendoakannya
sepanjang malam itu.
Detik-detik maut
semakin
mendekatinya. Dalam
kesakitan yang sudah
tidak tertahan, kalimat
terakhir yang keluar
dari mulutnya 'Sakit
sekali ya Tuhan, Oliv
sudah tidak tahan lagi'
kemudian kepalanya
jatuh terkulai sambil
berucap 'Trima kasih
Tuhan Yesus' .
Kemudian ia sudah
tidak sadarkan diri,
tubuhnya mulai
kejang-kejang. Saat
sang papa
membisikkan ke
telinganya 'Papa
merelakan Oliv pergi,
karena papa percaya
di surga penuh damai
sejahtera dari pada di
dunia dengan
menanggung
penderitaan. Saat Oliv
bertemu dengan
Yesus dan Yesus ingin
memegang tangan
Oliv, segeralah
sambut tangan-Nya.
Selamat jalan Oliv
kami semua
merelakan Oliv.'
Dalam kondisi yang
sudah 'koma' Olivia
meneteskan airmata.
Sesaat setelah itu,
bergantian istri
pendeta memegang
tangan Oliv sambil
membisikkan di
telinganya, 'Kalau Oliv
sudah bertemu Tuhan
Yesus, Oliv genggam
kencang tangan tante
yah.'
Dalam keadaan 'koma'
itu ia benar2
menggenggam
tangan itu dan tak
lama kemudian Oliv
kecil pun pergi untuk
selamanya dengan
perlahan, tenang dan
damai. 12 Januari
2009, pukul 15.45.
Tugasnya sudah
selesai
Kedua orang tuanya
tentu sedih dengan
kepergiannya. Tapi
mereka mengimani
bahwa Olivia sudah
bahagia di surga
selamanya.
Mereka berusaha
menahan tetesan
airmata dan
merelakan
kepergiannya.
Mereka berusaha
meneladani apa yang
selalu dikatakan Olivia
selama hidupnya,
bahwa 'Segala
sesuatu ada
waktunya; selalu
tersenyumlah dalam
segala hal; tetap kuat
dan tegar dalam
pergumulan; berserah
dirilah kepada Tuhan
Yesus, karena Dia
akan memberikan
jalan terbaik dan selalu
mengasihi kita'.
Jasadnya sudah
terbaring kaku, tapi ia
terlihat seperti hanya
tertidur. Semua
pelayat yang melihat,
memuji Olivia
bagaikan peri kecil
cantik yang tertidur
pulas. Wajah dan
kulitnya putih bersih.
Bibir kecilnya
menyunggingkan
senyum kecil bahagia.
Salah satu mata yang
tadinya agak cekung
karena sel kanker
sudah menggerogoti
dan membutakan
mata kirinya bahkan
terlihat normal
kembali. Ia benar-
benar seperti tertidur.
Semua mengimani,
saat ajal
menjemputnya
Tuhan terlebih dahulu
memulihkan fisiknya.
Keluarga besarnya
juga mengimani
bahwa Olivia adalah
penolong yang
diberikan Tuhan di
tengah-tengah
keluarga mereka.
Melalui sakit yang
dideritanya satu
persatu anggota
keluarga besarnya
bertobat dan
menerima Kristus.
Tugas malaikat kecil
ini sudah selesai,
maka ia kembali
dipanggil Bapa ke
surga.
Teman-teman hari ini
kita belajar satu hal :
Hidup yang bermakna
bukan diukur dari
berapa lama kita
tinggal di dunia, tetapi
seberapa berartinya
hidup yang kita jalani.
Demikianlah
hendaknya terangmu
bercahaya di depan
orang, supaya
mereka melihat
perbuatanmu yang
baik dan memuliakan
BAPAmu yang
disurga. MATIUS 5:16
Salam kasih…BE THE
BEST FOR CHRIST…
YOU ARE NOT
ALONE …JC with u 4
ever.
(tetap BAHAGIA…tetap
SEMANGAT…tetap
TEGAR…tetap
TABAH…tetap SABAR)

--
BLESSING FAMILY CENTRE SURABAYA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar