Rabu, 29 September 2010

Ada Kesempatan Kedua Untuk Ferry

Hari itu, Ferry Sutrisno
pulang kerja
menggunakan sepeda
motornya seperti biasa.
Tidak terbersit firasat
bahwa dirinya akan
mengalami kecelakaan
maut yang dapat
merenggut nyawanya.
"Saat itu jalan tidak
terlalu ramai, pas saya
mau muter balik, tidak
tahu dari mana, saya
tidak sadar apa yang
terjadi, tiba-tiba ada
suatu benda yang
menabrak saya dari
belakang. Saya hanya
merasakan saya
melayang-layang di
udara dan saya
terjatuh," demikian
Ferry menceritakan
kronologis kejadian
kecelakaan itu.
Karena terlempar dan
membentur aspal
dengan keras, Ferry
mengalami luka yang
sangat parah bahkan
kepala dan tubuhnya
berlumuran darah.
Dalam keadaan
setengah sadar, Ferry
berusaha bangun untuk
mencari pertolongan.
Namun usahanya sia-
sia, ia terkulai tak
berdaya, hingga
akhirnya beberapa
orang yang mendengar
suara rintihannya
datang mendekat.
Menit demi menit dilalui
Ferry, tapi pertolongan
tidak juga berikan.
Beruntung adik ipar dan
mertuanya segera
datang dan
membawanya ke UGD
sebuah rumah sakit,
namun disana
pertolongan yang
dilakukan terkesan
tidak serius.
Ketika Ferry
merenggang nyawa,
kilasan masa lalunya
terus berkelebat dalam
pikirannya. Bagaimana ia
sering terlibat dalam
perjudian, minuman
keras, dan prostitusi. Ia
menyadari bahwa
Tuhan begitu baik
kepadanya, sudah
beberapa kali ia
mengalami peristiwa
yang nyaris merenggut
nyawanya, namun
diselamatkan oleh
Tuhan agar ia bisa
bertobat, tapi ia tidak
pernah melakukannya.
"Saat saya berada di
detik-detik menuju
kematian itu, saya
merasa itu adalah
teguran yang keras
yang Tuhan beri buat
saya. Hanya satu
kalimat yang bisa saya
katakan: Tuhan ampuni
saya, tolong
selamatkan saya. Saya
benar-benar menyesal,
saya benar-benar
merasa bodoh karena
saya menghabiskan
waktu saya untuk
berbuat dosa.."
Karena tidak ditangani
dengan baik, pihak
keluarga
memindahkannya
kerumah sakit lain.
Disana terungkap
bahwa Ferry mengalami
luka parah pada bagian
kepala. Bagian
tengkorak kepalanya
retak dan harus dibuang
sebagian, jika tidak,
tulang tersebut dapat
melukai otaknya yang
dapat merusak saraf,
bahkan membuatnya
mengalami kelumpuhan
bahkan kematian.
Setelah menjalani
operasi, Ferry
dipindahkan ke ruang
ICU, namun dokter yang
menanganinya masih
belum bisa memastikan
keselamatannya.
"Dokter mengatakan:
Kita tinggal tunggu
berapa lama pak Ferry
siuman. Tapi namanya
di ruang ICU, segala
kemungkinan itu tetap
ada," demikian jelas
Felistia, istri Ferry.
Namun berkat
pertolongan Tuhan,
Ferry siuman. Sekalipun
saat menjalani masa
pemulihan Ferry sempat
merasa putus asa,
namun Felistia dengan
setia mendampingi dan
mendoakannya.
Suatu hari, seorang
teman menjenguknya di
rumah sakit. Orang
tersebut memberikan
nasihat kepadanya
seperti ini, "Ferry, cepat
sembuh ya. Jangan
keraskan hati, ampuni
semua orang yang telah
bersalah kepada kamu.
Lembutkan hatimu agar
Tuhan menyembuhkan.
Jangan dipikirin lagi
siapa yang bersalah
atas kecelakaan itu,
tapi ampuni."
Kalimat itu selalu
terngiang-ngiang dalam
benak Ferry. Akhirnya ia
melepaskan
pengampunan, dan
harapan akan
kesembuhan mulai
tumbuh dalam hatinya.
Harapan yang ia dapat
dari janji Tuhan
bukanlah harapan
kosong, semakin hari
kondisinya semakin
membaik. Bahkan ia
bisa pulih seperti sedia
kala.
"Kesembuhan yang
saya dapatkan, itu
adalah mukjizat yang
terbesar dalam hidup
saya. Hingga hari ini,
saya bisa mengendarai
kendaraan sendiri, dan
beraktifitas tanpa ada
gangguan sedikit pun
pada diri saya."
Ferry mengakui bahwa
dulunya ia sombong dan
merasa bisa
mengendalikan
kehidupannya, namun
kecelakaan itu
menyadarkannya
bahwa dirinya adalah
manusia yang lemah
yang membutuhkan
Tuhan.
"Tanpa Tuhan, saya
tidak berarti apa-apa.
Jadi saya sangat
bersyukur pada Tuhan
Yesus yang telah
memberikan saya
kehidupan baru.
Kehidupan kedua bagi
saya." (Kisah ini sudah
ditayangkan 29
September 2010 dalam
acara Solusi Life di
O'Channel.)
Sumber Kesaksian:
Ferry Sutrisno

Tidak ada komentar:

Posting Komentar