Jumat, 10 September 2010

Benny Budianto: Karena Haus Kekuasaan, Aku Terjerat Narkoba

Dalam usia sangat
muda, Benny Budianto,
15 tahun, bertekad
menjadi penguasa.
Benny memiliki prinsip
pada saat itu, dimana
pun dia berada, maka
dia akan berlaku kasar.
Layaknya seorang
dewasa, Benny pun
merencanakan strategi
yang tepat untuk
mendapatkan
kekuasaan musuh.
Benny sudah
memprediksi hal
terburuk apa yang akan
terjadi bila dia
melancarkan aksi
kekerasannya dan dia
takut akan kematian
yang bisa sewaktu-
waktu mengancam
hidupnya. Dalam
pikirannya, dia dapat
dikenal oleh orang-orang
yang direbut
kekuasaannya.
Pada satu hari, Benny
dan teman-temannya
berada dalam posisi
yang terjepit. Benny dan
kawan-kawannya yang
berjumlah 40 orang
menghadapi lawan yang
tidak seimbang yang
berjumlah 200 orang.
Namun, nyali Benny dan
teman-temannya tidak
gentar. Mereka terus
melawan karena dalam
kelompoknya memiliki
moto 'pantang untuk
mundur, pertarungan
selesai bila badan sudah
tergeletak (mati).'
Pertarungan dua
kelompok besar ini
berakhir setelah Benny
mengeluarkan senjata
api yang berada di
belakang badannya dan
menembakkannnya
selama 3 kali ke udara.
Melihat hal tersebut,
Benny menyadari
betapa begitu
berkuasanya sebuah
senjata api ini sehingga
dapat membuat
ratusan orang ini
berhenti.
Kekerasan yang
dilakukan oleh Benny
Budianto bermula dari
hobinya yang
menyenangi film-film
mafia pada usia masih
belia, yakni sekitar 13
tahun. Benny
mempelajari apa yang
dilakukan oleh para bos
mafia tersebut. Mulai
dari cara berbicara,
bekerja bahkan cara
berpikirnya seperti apa.
Bukan hanya karena
hobi nontonnya saja
yang membuat Benny
seperti itu, perasaan
mindernya juga
mempengaruhi
hidupnya. Rasa minder
yang dimilikinya,
membuatnya ingin
menjadi pusat
perhatian.
"Dimana teman-teman
saya nih high class lah.
Saya ga akan didenger
nih sama orang-orang
ini. Saya berpikir,
bagaimana caranya bisa
didengar sama orang-
orang ini. Kalo saya mau
didengar sama orang,
saya harus do
something agar bisa
dilihat orang. Tetapi
caranya yang salah,
yakni dengan
kekerasan."
Orang tua Benny
Budianto merasakan
bagaimana kuatirnya
mereka melihat
kelakuan nakal anaknya
tersebut. Jos Budianto,
Ayah Benny Budianto
mengatakan bahwa
kenakalan yang dibuat
oleh anaknya membuat
mereka kuatir, bahkan
Ibunya Benny juga
terpukul melihat
kelakuan anaknya.
Tidak pernah puas
memperluas luas
kekuasaannya,Benny
pun terus melakukan
kekerasan yang
berdampak kepada
kehidupannya.
"Satu hari ada peristiwa
besar, saya membabi
buta. Ada satu anak,
tinggi gede, kurang lebih
180-an, saya 160-an.
Saya pukul dia dengan
stick baseball, itu
mungkin sebanyak 10
kali, sekuat tenaga
saya. Dan orang itu
tergeletak, tidak
bangun. Saya rasa
takut luar biasa. Rasa
takut. Takut dia mati."
Jiwa yang tidak tenang,
membawa Benny
terseret ke dalam dunia
narkoba.
"Saya pake narkoba
ketika ketakutan itu
datang. Saya makan itu
kayak tong sampah,
Apapun saya makan.
Saya gak merasakan
takut, saya merasakan
damai. Santai aja gitu.
Kayaknya everything is
fine. Ga ada apa-apa.
Tetapi, begitu obat itu
turun, drop, pasti kan
kepikir lagi. Jadi mau gak
mau saya ga bisa stop
untuk menggunakan
drugs."
Rasa hampa dan
ketakutan yang
bertambah dalam jiwa
Benny, membuat dia
semakin takut untuk
menjalani hidup yang
sedang dijalani. Benny
mulai berpikir tentang
kematian yang bisa
tiba-tiba datang
menghampiri dia seperti
teman-temannya yang
telah mati sebelumnya.
Dalam batinnya, Benny
menjerit kepada Tuhan
agar nyawanya tidak
dicabut pada masa
mudanya.
Di tengah
ketakutannya, Benny
bertemu dengan
temannya yang akan
mengubah
kehidupannya. Teman
Benny ini adalah orang
yang takut akan Tuhan.
Dia memberikan nasihat
kepada Benny yang
ingin berubah menjadi
orang benar untuk tidak
masuk ke dalam
kubangan yang sama,
dia harus menjauhi
kubangan tersebut.
Tidak hanya nasihat
dari seorang temannya,
bahkan sebuah nasihat
dari saudaranya pun
meresap dalam
pikirannya
"Benny, kamu tahu gak
kamu tuh bejana yang
retak. Tuhan mau
bagusin. Tuhan ga mau
cuma semenin kamu.
Tuhan mau hancurin
belur dan dibentuk
menjadi baru. Kalo
diancur leburin, memang
sakit rasanya. Kamu
pilih mana, mau
disemen atau diancur
leburin? Kalo disemen,
dia akan retak lagi. Kalo
baru, bejana itu akan
baru dan menjadi
bagus."
Nasihat ini benar-benar
tertancap dalam di hati
Benny. Benny terus
merenungkan kata-
kata nasihat tersebut.
Sampai pada akhirnya,
Benny berkata kepada
Tuhan di dalam hatinya,
' bila memang Tuhan
ingin menghancur
leburkan saya,
hancurkan saja, tetapi
berilah saya kekuatan'
Dalam pencariannya
mencari kebenaran,
Benny menyempatkan
diri untuk pergi ke
sebuah perkumpulan
ibadah. Ketika berada di
ibadah tersebut, hati
Benny tersentuh oleh
satu pujian. Benny yang
adalah orang yang
memiliki prinsip pantang
untuk mengeluarkan air
mata, pada hari itu
menangis sejadi-
jadinya.
Ketika mendengar syair
pujian tersebut, di
dalam hati Benny
seperti ada yang
berkata bahwa dia
berharga, berharga
karena dirinya adalah biji
mata Tuhan. Saat itulah
Benny menyadari siapa
dirinya dan menemukan
jawaban atas jati
dirinya selama ini.
Benny pada saat itu
berjanji kepada Tuhan
akan
mempersembahkan
hidupnya bagi Tuhan.
Tidak hanya dirinya saja
yang berjanji akan
melayani Tuhan, tetapi
dia dan seisi
keluarganya
berkomitmen
kepadanya juga.
"Anak saya yang nakal,
sekarang menjadi
benar. Yang udah
bonyok-bonyok bisa jadi
berubah total. Itu
berkat Tuhan Yesus
membikin dia berubah
benar. Kalo manusia,
gak bisa
melakukannya," kata Lili
Budianto, Ibu Benny
Budianto.
Saat ini, Benny
mengaku mengucap
syukur atas segala apa
yang telah dikerjakan
Yesus dalam
kehidupannya. Dia yang
tadinya berasal dari
"sampah" atau
"comberan" diangkat
Tuhan menjadi
berharga, yakni menjadi
biji mata-Nya. (Kisah ini
ditayangkan 9
September 2010 dalam
acara Solusi Life di
O'Channel).
Sumber Kesaksian:
Benny Budianto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar