Selasa, 28 September 2010

Luput dari Pemenggalan Kepala

Oleh: Pdt. Jembri
Tembalino
Jarang sekali
seorang pendeta
mau ditugaskan
melayani di desa
Masani – Poso,
meskipun ini adalah
desa Kristen. Banyak
orang Kristen
dibantai secara keji
di sekitar daerah itu.
Jembri Tembalino,
30 th, tidak takut
menggantikan tugas
penggembalaan
seorang gembala
GPdl yang meninggal
karena sakit di desa
Masani. Jembri tetap
bertahan
menggembalakan
hanya 2 keluarga
karena jemaat
lainnya telah
mengungsi. Jembri
tidak memiliki
kendaraan untuk
melaksanakan
tugas-tugas
pelayanan dan untuk
itu ia meminjam
sepeda motor milik
orang tuanya.
Suatu sore, Jembri
menghadiri ibadah
Natal bersama di
desa Tangkura.
Acara berakhir
malam dan kembali
ke desanya dalam
kegelapan malam
adalah berbahaya.
Terpaksa ia
bermalam di desa
orang tuanya,
Pantangolemba.
Keesokan harinya 24
Desember 2004, pagi
sekali Jembri
memulangkan istri
dan anaknya ke
desanya terlebih
dahulu, sebelum ia
kembali lagi ke
Pantangolemba
untuk
mengembalikan
motor milik orang
tuanya. Setelah
memulangkan istri
dan anaknya, ia
mengembalikan
motor itu ditemani
seorang jemaatnya,
Joni, 18 th. Mereka
masing-masing
membawa motor
melewati jalan
diantara perkebunan
coklat.
Ditengah perjalanan
antara desa Masani
dan Pinedapa
tampak seorang
berdiri di pinggir
kanan jalan. Jembri
tidak menyadari jika
pria itu adalah
seorang "radikal"
yang sedang
menyembunyikan
sebuah parang.
Jembri sempat
membunyikan
klakson dan terus
melintas dalam
kecepatan 30km/
jam. Rupanya pria
" radikal" itu
berencana
mengayunkan
parangnya ke bagian
leher ketika Jembri
melintas di depan
pria itu sehingga
otomatis kepala
Jembri akan
terpenggal dan
menggelinding ke
tanah.
Ketika Jembri
melintas persis di
depan pria itu,
seketika pria itu
mengayunkan
senjatanya. Ia kaget
dan melakukan
gerakan refleks
untuk menghindar
dengan cara
membungkukkan
badannya. Leher
Jembri luput dari
sebuah penggalan
yang mematikan.
Namun, parang itu
tetap mengenai
wajahnya. Mulut
Jembri robek dari
bagian atas rontok
semua. Lidahnya
teriris. Karena
pipinya robek,
rahangnya bagian
bawah
menggelantung. Ia
tidak sanggup
mengatupkan
mulutnya dan Jembri
melemparkan
motornya ke pinggir
jalan.
Menyaksikan Jembri
terluka parah dan
terancam nyawanya.
Joni melompat dari
motornya dan
menghampiri pria
" radikal" itu.
Merekapun berduel,
pria "radikal" itu
jatuh. Dari balik
semak-semak
muncul tiga orang
pria "radikal"
lainnya
bersenjatakan
parang, lalu
mengeroyok Joni.
Joni terluka robek di
pelipis dan sekujur
punggungnya. Jari
telunjuk kirinya
putus. Joni berlari
kembali ke arah desa
Masani dalam
kejaran tiga pria
"radikal".
Sementara salah
seorang pria
" radikal" itu
mengejar Jembri
yang berlari ke arah
desa Pinedapa.
Jembri lari sambil
memegang
rahangnya bagian
bawah yang
menggelantung
sambil terkucur
darah segar. Tangan
Tuhan menolongnya.
Semakin jauh Jembri
dan Joni berlari,
semakin tertinggal
pengejarnya. "Aku
menaikkan doa
pengampunan saat
berlari. Aku
berteriak: "Tuhan,
beri aku kekuatan!
Aku ampuni
mereka !" Seketika
aku merasakan
kekuatan mengalir
dari atas yang
memampukan aku
berlari makin
kencang dan aku
merasa badanku
ringan sekali ketika
lari.
Tak terasa 1.5 km
telah kulampaui
hingga tiba di desa
Pinedapa. Aku
bertemu warga
Kristen dan aparat
lalu aku dibawa ke
rumah sakit Poso
dengan angkutan
kota," kata Jembri.
Sementara itu, Joni
berlari terus hingga
tiba di desa Masani
dan bertemu aparat
di pos pengamanan,
lalu ia dilarikan ke
rumah sakit Poso
dengan di bonceng
sepeda motor.
Dilokasi kejadian,
polisi menemukan
beberapa parang
tajam sepanjang 70
cm yang masih ada
darahnya dan 5 buah
karung yang
disediakan untuk
membungkus kepala
Jembri dan Joni
yang akan dipenggal.
Jembri merasa
bahwa tugas
penggembalaan
adalah sebuah
panggilan yang mana
kita tidak boleh
memilih-milih.
" Setelah ini aku
akan tetap kembali
melayani Tuhan.
Sekarang aku bisa
ikut merasakan
penderitaan para
martir yang
mengasihi Allah. Jika
waktu itu aku tidak
memiliki roh sukacita
dan terlalu berfokus
pada penderitaanku,
mungkin aku sudah
menyangkal
Kristus, " ungkap
Jembri kepada KDP.
Dan lagi Jembri
menambahkan,
" Aku ingin para
pendeta melayani
Tuhan dengan benar
dan sungguh-
sungguh. "
KDP menerbangkan
Jembri untuk
mendapatkan
tindakan medis lebih
lanjut. Drg.Kamaludin
dan Rizal Sutedjo
telah memberikan
perawatan yang
terbaik dan
membuatkannya gigi
palsu dengan
metode implantasi,
yaitu menanamkan
titanium alloy
sebagai pengganti
akar. Sekarang
Jembri tidak lagi
kesulitan
mengunyah
makanan. Perhatian
ini akan
mengingatkan
orang-orang Kristen
teraniaya bahwa
mereka tidak
sendirian. Tetapi
Tuhan bersama
mereka melalui
saudara-saudari
yang memberikan
doa dan perhatian.
Goresan bekas luka
tampak jelas di
sepanjang wajah
Jembri. Goresan ini
bisa dihilangkan
dengan operasi
bedah plastik. Kami
menawarkan operasi
bedah plastik tetapi
Jembri menjawab,
" Saya tidak perlu
itu. Tanda ini akan
menjadi kenangan
dan kesaksian bagi
banyak orang.
Mereka akan sangat
diberkati oleh
kesaksian saya."
Bagi sebagian orang,
tanda bekas luka
atau cacat adalah hal
yang memalukan,
tapi bagi orang yang
mengasihiNya tanda
itu adalah materai
perjanjian kemuliaan
dengan Allah.
Sumber: The Voice Of
The Martyrs,
founder: Richard
Wurmbrand, In
Association with
International
Christian Association.
KDP ( Kasih Dalam
Perbuatan ) , PO. Box
1411 Surabaya
60014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar