Kamis, 23 September 2010

KESAKSIAN JIM CAVIEZEL, PEMERAN YESUS DALAM “ THE PASSION OF THE CHRIST” (Bagian 2)

Bagian syuting
selanjutnya adalah
bagian yang mungkin
paling mengerikan,
baik bagi penonton
dan juga bagi saya,
yaitu syuting
penyambukan Yesus.
Saya gemetar
menghadapi adegan
itu, Karena cambuk
yang digunakan itu
sungguhan.
Sementara punggung
saya hanya dilindungi
papan setebal 3 cm.
Suatu waktu para
pemeran prajurit
Roma itu mencambuk
dan mengenai bagian
sisi tubuh saya yang
tidak terlindungi
papan. Saya
tersengat, berteriak
kesakitan, bergulingan
di tanah sambil
memaki orang yang
mencambuk saya.
Semua kru kaget dan
segera mengerubungi
saya untuk memberi
pertolongan.
Tapi bagian paling
sulit, bahkan hampir
gagal dibuat yaitu
pada bagian
penyaliban. Lokasi
syuting di Italia sangat
dingin, sedingin
musim salju, para kru
dan figuran harus
manggunakan mantel
yang sangat tebal
untuk menahan
dingin. Sementara
saya harus telanjang
dan tergantung diatas
kayu salib, diatas bukit
yang tertinggi disitu.
Angin dari bukit itu
bertiup seperti ribuan
pisau menghujam
tubuh saya. Saya
terkena hypothermia
(penyakit kedinginan
yang biasa
mematikan), seluruh
tubuh saya lumpuh
tak bisa bergerak,
mulut saya gemetar
bergoncang tak
terkendalikan. Mereka
harus menghentikan
syuting, karena
nyawa saya jadi
taruhannya.
Semua tekanan,
tantangan, kecelakaan
dan penyakit
membawa saya
sungguh depresi.
Adegan-adegan
tersebut telah
membawa saya
kepada batas
kemanusiaan saya.
Dari adegan-keadegan
lain semua kru hanya
menonton dan
menunggu saya
sampai pada batas
kemanusiaan saya,
saat saya tidak
mampu lagi baru
mereka menghentikan
adegan itu. Ini semua
membawa saya pada
batas-batas fisik dan
jiwa saya sebagai
manusia. Saya
sungguh hampir gila
dan tidak tahan
dengan semua itu,
sehingga sering kali
saya harus lari jauh
dari tempat syuting
untuk berdoa. Hanya
untuk berdoa, berseru
pada Tuhan kalau
saya tidak mampu
lagi, memohon Dia
agar memberi
kekuatan bagi saya
untuk melanjutkan
semuanya ini. Saya
tidak bisa, masih tidak
bisa membayangkan
bagaimana Yesus
sendiri melalui semua
itu, bagaimana
menderitanya Dia. Dia
bukan sekadar mati,
tetapi mengalami
penderitaan luar biasa
yang panjang dan
sangat menyakitkan,
bagi fisik maupun
jiwa-Nya.
Dan peristiwa terakhir
yang merupakan
mujizat dalam
pembuatan film itu
adalah saat saya ada
diatas kayu salib. Saat
itu tempat syuting
mendung gelap
karena badai akan
datang, kilat sambung
menyambung diatas
kami. Tapi Mel tidak
menghentikan
pengambilan gambar,
karena memang
cuaca saat itu sedang
ideal sama seperti
yang seharusnya
terjadi seperti yang
diceritakan. Saya
ketakutan tergantung
diatas kayu salib itu,
disamping kami ada
dibukit yang tinggi,
saya adalah objek
yang paling tinggi,
untuk dapat dihantam
oleh halilintar. Baru
saja saya berpikir
ingin segera turun
karena takut pada
petir, sebuah sakit
yang luar biasa
menghantam saya
beserta cahaya silau
dan suara
menggelegar sangat
kencang (setan tidak
senang dengan
adanya pembuatan
film seperti ini). Dan
sayapun tidak
sadarkan diri.
Yang saya tahu
kemudian banyak
orang yang
memanggil-manggil
meneriakkan nama
saya, saat saya
membuka mata
semua kru telah
berkumpul disekeliling
saya, sambil
berteriak-teriak "dia
sadar! dia
sadar !" (dalam kondisi
seperti ini mustahil
bagi manusia untuk
bisa selamat dari
hamtaman petir yang
berkekuatan berjuta-
juta volt kekuatan
listrik, tapi
perlindungan Tuhan
terjadi di sini).
"Apa yang telah
terjadi?" tanya saya.
Mereka bercerita
bahwa sebuah
halilintar telah
menghantam saya
diatas salib itu,
sehingga mereka
segera menurunkan
saya dari situ. Tubuh
saya menghitam
karena hangus, dan
rambut saya berasap,
berubah menjadi
model Don King.
Sungguh sebuah
mujizat kalau saya
selamat dari peristiwa
itu.
Melihat dan
merenungkan semua
itu sering kali saya
bertanya, "Tuhan,
apakah Engkau
menginginkan film ini
dibuat? Mengapa
semua kesulitan ini
terjadi, apakah Engkau
menginginkan film ini
untuk dihentikan"?
Namun saya terus
berjalan, kita harus
melakukan apa yang
harus kita lakukan.
Selama itu benar, kita
harus terus
melangkah.
Semuanya itu adalah
ujian terhadap iman
kita, agar kita tetap
dekat pada-Nya,
supaya iman kita tetap
kuat dalam ujian.
Orang-orang
bertanya bagaimana
perasaan saya saat
ditempat syuting itu
memerankan Yesus.
Oh … itu sangat luar
biasa…
mengagumkan… tidak
dapat saya ungkapkan
dengan kata-kata.
Selama syuting film
itu ada sebuah hadirat
Tuhan yang kuat
melingkupi kami
semua, seakan-akan
Tuhan sendiri berada
di situ, menjadi
sutradara atau
merasuki saya
memerankan diri-Nya
sendiri.
Itu adalah
pengalaman yang tak
terkatakan. Semua
yang ikut terlibat
dalam film itu
mengalami lawatan
Tuhan dan perubahan
dalam hidupnya, tidak
ada yang terkecuali.
Pemeran salah satu
prajurit Roma yang
mencambuki saya itu
adalah seorang
muslim, setelah
adegan tersebut, ia
menangis dan
menerima Yesus
sebagai Tuhannya.
Adegan itu begitu
menyentuhnya. Itu
sungguh luar biasa.
Padahal awalnya
mereka datang hanya
karena untuk
panggilan profesi dan
pekerjaan saja, demi
uang. Namun
pengalaman dalam
film itu mengubahkan
kami semua,
pengalaman yang
tidak akan terlupakan.
Dan Tuhan sungguh
baik, walaupun
memang film itu
menjadi kontroversi.
Tapi ternyata ramalan
bahwa karir saya
berhenti tidak terbukti.
Berkat Tuhan tetap
mengalir dalam
pekerjaan saya
sebagai aktor.
Walaupun saya harus
memilah-milah dan
membatasi tawaran
peran sejak saya
memerankan film ini.
Saya harap mereka
yang menonton The
Passion of Jesus
Christ, tidak melihat
saya sebagai
aktornya. Saya
hanyalah manusia
biasa yang bekerja
sebagai aktor, jangan
kemudian melihat
saya dalam sebuah
film lain kemudian
mengaitkannya
dengan peran saya
dalam The Passion
dan menjadi kecewa.
Tetap pandang hanya
pada Yesus saja, dan
jangan lihat yang lain.
Sejak banyak
bergumul berdoa
dalam film itu, berdoa
menjadi kebiasaan
yang tak terpisahkan
dalam hidup saya.
Film itu telah
menyentuh dan
mengubah hidup
saya, saya berharap
juga hal yang sama
terjadi pada hidup
anda. Amin.
"TUHAN YESUS
MEMBERKATI KITA
SEMUA "
AMIN.
Sumber: http://
sityb.wordpress.com/2009/09/08/
kesaksian-jim-
caviezel-pemeran-
yesus-dalam-the-
passion-of-the-christ/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar