Rabu, 08 September 2010

Yance, Preman Bengis Yang Bunuh Anak Buah Sendiri

Pria ini haus kekuasaan dan berdarah dingin. Dia tidak hanya ditakuti lawan, namun juga oleh anak buahnya karena kebengisannya. Pria itu adalah Yance Oktavianus, kepala preman pelabuhan dan juga penguasa lahan parkir.

Predikatnya sebagai seorang preman, dimulai ketika ia bergabung dengan sekelompok preman di Jakarta. Dengan diperkuat 30 anak buah, Yance mulai menunjukkan taringnya.

"Yang pertama kali saya lakukan adalah rebut parkiran," demikian cerita Yance.

Pada saat itu, perkelahian antara dua kelompok preman demi memperebutkan lahan parkir tidak terelakkan.

"Tapi saat itu ngga ada yang sampai meninggal,"demikian tambahnya.

Dengan dukungan RT setempat, akhirnya Yance dan anak buahnya bisa menguasai lahan parkir tersebut. Dari sana, Yance makin memperluas daerah kekuasaannya. Keberhasilan yang diraihnya membuat Yance berkepala besar. Kekuasaan dan uang dijadikannya alat pemuas nafsunya.

Tidak hanya berhenti disana, Yance memuaskan hawa nafsunya dengan bergonta-ganti wanita.

"Perempuan-perempuan saat itu ada dibawah kendali saya semua. Satu, karena saya punya kuasa. Kedua, karena saya ini kasar. Jadi sistem saya dulu, kalau cewek itu ngga mau, saya gunakan kekerasan. Saya waktu itu menganggap wanita itu terlalu kecil. Jadi wanita itu bisa dibeli. Saya bersikap seperti ini karena sudah punya duit. Jadi ketika saya kawin sampai tujuh kali itu, saya menganggap wanita ngga ada harganya di mata saya. Ketika saya bermasalah dengan mereka, saya tinggalin begitu saja."

Setelah delapan tahun di perantauan, muncul sebuah keinginan untuk kembali ke kampung halamannya dengan membawa uang yang banyak. Untuk itu, Yance merencanakan sebuah perampokan.

"Akhirnya saya putuskan, kita harus mengambil sebuah barang dan sebuah mobil mersi."

Tetapi rencananya gagal, percobaan perampokan itu sudah terendus polisi.

"Ketika kami berencana seperti itu, saat masuk sudah ketahuan duluan. Teman saya yang mau ambil mobil itu tertangkap, sedangkan saya lolos."

Selepas peristiwa itu, Yance menjadi buronan polisi. Baru kali ini, dia merasa sangat terpojok. Yance merasa takut, hal itu membuatnya berpikir hal-hal yang aneh. Saat itulah terucap sebuah doa dari mulutnya.

"Tuhan, jika Tuhan mengijinkan saya hidup dalam tangan Tuhan, pertemukan saya dengan seorang hamba Tuhan untuk membimbing saya. Tapi kalau Tuhan mengijinkan saya hidup di luar Tuhan, pertemukan saya dengan seorang dukun yang lebih sakti lagi."

Suatu hari, ketika Yance sedang di sebuah jembatan penyebrangan seseorang menepuk punggunya.

"Pas saya lagi naik di tangga, ada seseorang yang menepuk pundak saya. Jantung saya mau copot, saya pikir, 'Saya ini sudah ketangkap ini!' Pas saya tengok, ternyata dia itu bukan angkatan."

Pria itu dengan ramah menyapa Yance, "Bung dari mana?"

"Saya dari Kupang..Sumba.."

Tak disangka Yance, pria itu juga berasal dari daerah NTT, dia berasal dari Soe. Setelah beberapa kali bertemu, Yance diperkenalkan oleh pria itu kepada Bapak Wayan. Di tempat pak Wayan, Yance di percayakan untuk mengurus administrasi.

"Sayanya merasa ngga betah. Seolah-olah saya ini tinggal makan minum, makan minum saja. Saya menganggap pekerjaan ini ngga cocok dengan saya."

Sebuah tawaran menarik pun datang dari seorang pengusaha yang adalah teman lamanya. Saya jadi yang ngatur barang-baranag dia. Semua keluar masuk barang milik bapak itu saya tangani. Ketika barang pertama kali masuk, semua amblas di ambil oleh preman-preman. Akhirnya saya marah. Saya ini harus punya pengaruh. Karena dalam dunia kekerasan jika kita tidak bikin masalah, orang tidak akan kenal. Akhirnya saya ambil keputusan, kita harus hantam mereka. Jadi, ketika saya dengan bos mau masuk ke sebuah kantin, mereka (para preman - red) ada disitu. Saya ceritakan bahwa barang ini ada sekian-sekian, mereka itu jadi tersinggung. Jadi di depan bos itu, saya berkelahi dengan mereka."

Demikianlah dunia kekerasan, kalau sudah berkelahi, lawan bisa jadi kawan, cerita Yance. Setelah peristiwa perkelahian itu, semua proyeknya bisa berjalan dengan lancar. Tidak hanya itu, nama Yance mulai di kenal di kalangan preman di pelabuhan tersebut dan semakin ditakuti.

"Saat itu saya sudah kuasai kapal, anak-anak timor sudah saya kuasai, jadi saya menganggap diri semakin kuat di tempat itu."

Hingga suatu kejadian yang mengenaskan menimpa anak buah Yance. Anak buahnya itu tidak tahu permasalahan yang terjadi, tapi dia dibunuh oleh seseorang yang juga bagian dari kelompok Yance. Sebuah keputusan sadis dibuat Yance dan membuat bergidik semua anak buahnya.

"Saya bilang, kalau orangnya ada harus dibunuh juga. Kalau saja saya ketemu, pasti dia mati di tangan saya."

Orang itu dipancing keluar dengan diajak minum-minum oleh anak buah Yance. Kemudian, dia dibawa ke suatu tempat di pelabuhan dan langsung di bunuh.

"Sebenarnya saat itu saya ada perasaan kasihan. Tapi harga diri saya sebagai seorang pemimpin berkata masa tidak bisa membalas. Hal itu yang membuat saya merasa harus menghabisinya. Nyawa harus diganti dengan nyawa."

Dibalik hatinya yang dingin, Yance menyembunyikan rasa gentar. Rasa takut sering mengusik batin Yance. Namun ia selalu berusaha menepisnya. Sampai sebuah peristiwa terjadi tanpa sengaja.

"Di saat itu saya sedang minum dengan suaminya, ibu itu memang aktif di gereja. Dia sedang menyalakan radio, ketika itu dia berkata, 'Itu kamu dengar, itu kan temannya om Yance.'"

Suara dari radio itu, adalah suara salah satu preman terkenal di Jakarta. Secara blak-blakkan, pria itu membongkar masa lalunya.

"Memang dia dulu seorang preman. Preman asli. Klo kemana-mana, pasti Hercules selalu bawa dia. Waktu dia sakit, dia sakaw, dia kumpul kebo dengan perempuan, semua itu dia ceritakan. Saya mengambil kesimpulan kalau dia dulu di dunia kekerasan memiliki nama besar. Saya berkata dalam hati, 'Ini waktu yang tepat untuk mendekatkan diri pada Tuhan sebelum dibawa kerumah sakit.' Saya teringat kembali ke masa lalu saya, di mana satu tahun itu saya mengenal Tuhan."

Masih segar di ingatannya, ketika ia di ajak seorang pria ke sebuah pertemuan.

"Saya masuk sekitar jam 4 kesana. Semua mata tertuju kepada saya. Rambutnya panjang, brewoknya panjang, matanya merah, jadi mereka bingung, ini orang siapa. Akhirnya saya minggir saja. Hamba Tuhan itu datang, dia langsung teriak panggil saya, dia peluk dan dia suruh saya duduk di depan. Saat itu dalam hati saya seperti ada bisikan aku tuh harus kembali ke tangan Tuhan. Waktu itu hamba Tuhan itu mendoakan saya, dan air mata saya jatuh. Saya merasakan Tuhan luar biasa, dia mengasihi saya."

Ingatan itu menyadarkan Yance akan kebodohannya selama ini.

"Hamba Tuhan ini, seorang ibu ini tidak pernah melarang saya untuk tidak merokok dan tidak minum, dia cuma berkata, 'Seandainya Om Yan ini bertobat, karena anak-anak ini dibawah kamu, pasti anak-anak ini bertobat.'"

Tanpa pikir panjang, ia mengiyakan tawaran ibu itu untuk membimbingnya.

"Saya menyadari bahwa hidup saya dulu memang jahat di mata Tuhan, jahat di mata manusia. Dan menganggap manusia itu tidak ada apa-apanya di mata saya. Saya bunuh orang tanpa kasihan. Saya sebenarnya sudah ngga layak, ngga pantas, tapi Tuhan masih mengasihi."

Setelah tiga hari berdoa dan berpuasa, Yance sampai pada keputusan yang sangat ekstrim.

"Saya punya pegangan saat puasa itu di bakar. Saya katakan dalam nama Yesus, saya berhenti rokok, saya berhenti minum, saya berhenti semuanya saat itu, sampai sekarang."

Perubahan yang drastis dari seorang yang jahat dan kasar, menjadi Yance yang ramah dan penuh kasih telah menjadi panutan bagi anak buahnya.

Tak lama setelah Yance meninggalkan dunia premanisme, Yance pun di pertemukan dengan Bunga yang sekarang menjadi istrinya.

"Masa lalunya aku ngga mau tahu, yang penting sekarang dia sudah bertobat dan sudah percaya Tuhan Yesus. Prinsipnya, kalau sudah percaya Tuhan Yesus, karakter-karakter yang tidak benar itu bisa diubahkan," demikian Bunga menceritakan keyakinannya akan perubahan suaminya.

Selepas dari dunia kekerasan, Yance memulai segala sesuatunya dari awal kembali.

"Setelah saya mendekatkan diri pada Tuhan, Dia sungguh baik bagi saya. Ruko yang saya tempati sekarang, itu karena berkat Tuhan. Toko yang bisa saya buka, itu karena berkat Tuhan. Jadi Tuhan Yesus saja yang bisa merubah hidup saya dari kekerasan sampai membuat saya jadi lembut begini, bisa senyum dengan orang lain, bisa tertawa dengan orang lain. Itu karena kasih Tuhan saja," demikian Yance menutup kesaksiannya. (Kisah ini sudah ditayangkan pada 3 Maret 2010 dalam acara Solusi  Life di O'channel).

Sumber Kesaksian :

Yance Oktavianus



--
BLESSING FAMILY CENTRE SURABAYA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar